Perbankan pun diharapkan tidak melakukan tindakan represif. Mereka tidak bisa serta merta melelang aset UMKM dengan harga dibawah standar, serta memasang plang penyitaan usaha maupun usaha bangkrut.
"Ada [pelaku UMKM] yang lumpuh itu, pakai kursi roda itu, Gumarti, itu dia ya dikejar-kejar, ditempel-tempeli tulisan dalam pengawasan perbankan, gagal bayar, langsung mati bisnisnya. Nah, itu kan tidak boleh," ungkapnya.
Setyo menyebutkan, pemerintah sebenarnya memiliki dasar hukum untuk melindungi UMKM yang terdampak Covid-19.
Di antaranya melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 adalah tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024 mengatur tentang Penghapusan Piutang Macet.
Baca Juga:Kebakaran Pabrik Garmen di Sleman: Buruh Terancam PHK, Koalisi Rakyat Jogja Geruduk DPRD DIY
Namun kebijakan itu belum bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat, termasuk pelaku UMKM korban Covid-19.
Mestinya UU bisa memberikan perlindungan untuk UMKM.
Selain itu memberi kemudahan bagi UMKM seperti akses modal, teknologi, pasar, dan sebagainya. Pemerintah juga perlu menjamin pemberdayaan UMKM.
"Kami meminta agar perlakukan UMKM korban pandemi Covid 19 jangan seperti kondisi normal, karena perlu perlakuan khusus," imbuhnya.
Seperti diketahui pandemi Covid-19 nyaris melumpuhkan seluruh sektor usaha. Namun tak sedikit juga yang tetap bertahan meski pincang.
Baca Juga:BRI Fokus ke Segmen Mikro, Kredit Rp632 Triliun Jadi Bukti Nyata
Setelah mengalami hantaman hebat selama pandemi Covid-19, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Yogyakarta secara perlahan mulai bangkit.
Beberapa tahun pasca pandemi, terdapat dua kelompok utama pelaku UMKM: mereka yang berhasil bertahan dan tumbuh, serta mereka yang masih berjuang untuk pulih sepenuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi