SuaraJogja.id - Kuasa hukum pihak ketiga atau pemohon intervensi, Andika Dian Prasetyo dalam perkara dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo menanggapi putusan sela Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sleman yang menolak permohonan intervensi mereka.
Andika mengaku tak terkejut dengan putusan sela majelis hakim tersebut.
Di sisi lain dia pun menyatakan tetap menghormati keputusan hakim namun tetap menolak dasar pertimbangan putusan tersebut.
Menurut Andika, salah satu poin yang mereka tolak secara tegas adalah anggapan bahwa pihaknya tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum dalam perkara tersebut.
Baca Juga:PN Sleman Tolak Intervensi Kasus Ijazah Jokowi: Langkah Mediasi Jadi Penentu
Ia menilai gugatan yang mereka ajukan di PN Surakarta justru memperkuat posisi mereka sebagai pihak yang berkepentingan dalam perkara yang sedang berlangsung di PN Sleman kali ini.
"Tadi disampaikan oleh majelis hakim bahwa kami tidak mempunyai kedudukan hukum atau legal standing, itu kan jelas kami tolak, karena kami jelas menggugat di Solo dan kami punya kepentingan juga untuk menggugat menjadi intervenien dalam perkara ini, khususnya dalam perkara yang digugat Pak Komardin," kata Andika ditemui usai sidang di PN Sleman, Selasa (10/6/2025).
Dalam kesempatan ini, Andika menyebut bahwa pengadilan merupakan tempat untuk mencari keadilan.
Ia menyayangkan jika kemudian keputusan antara PN Sleman dan PN Surakarta nantinya bertolak belakang terkait permohonan intervensi.
Adapun di PN Surakarta kehadiran pihak ketiga atau intervensi itu datang dari teman seangkatan Jokowi di SMAN 6 Surakarta tepatnya tahun 1980 silam.
Baca Juga:Drama di Pengadilan Negeri Sleman: Gugatan Perdata Ijazah Jokowi Berlanjut, Intervensi Ditolak UGM
"Kami juga menggarisbawahi bahwa yang namanya pengadilan ini kan kita tempat untuk mencari keadilan. Seperti yang diketahui, kemarin kami mengajukan gugatan intervensi, kemudian diikuti dan dicontoh atau ditiru oleh teman-temannya Pak Jokowi yang di Solo bahwa mereka juga melakukan gugatan intervensi," ungkapnya.
Andika mewanti-wanti agar tidak terjadi ketimpangan hukum antara dua perkara yang saling berkaitan ini.
Jika putusan sela soal intervensi itu terdapat perbedaan atau tidak konsisten maka dapat berpotensi untuk mencederai kepercayaan publik.
"Jangan sampai istilahnya ada ketimpangan hukum di situ, jadi yang punya kami tidak dikabulkan tapi yang punya teman-teman Pak Jokowi dikabulkan. Nah, ini akan menjadi gambaran yang buruk di masyarakat tentang keadilan di Indonesia," tegasnya.
Kendati permohonan intervensi di PN Sleman ditolak, Andika mengaku sudah menyiapkan strategi lain.
Dia bilang langkah itu akan dikoordinasikan terlebih dulu dengan pihak-pihak yang terlibat dalam gugatan.
"Jadi sebenarnya kami juga tidak kaget dengan putusan tadi, jadi kami sudah mempertimbangkan dan menyiapkan langkah-langkah strategis yang tetap kami akan mendukung dan lain sebagainya," ucapnya.
Seperti diketahui, agenda sidang lanjutan gugatan dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo yakni mendengar putusan sela dari majelis hakim terkait permohonan intervensi yang diajukan oleh pihak ketiga atas nama Muhammad Taufiq.
Persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Cahyono. Majelis hakim pun menyebut telah membaca, mencermati dan mendengar tanggapan dari kedua belah pihak baik penggugat dan tergugat pada sidang sebelumnya.
Hasilnya majelis hakim memutuskan untuk menolak permohonan intervensi tersebut.
Majelis hakim menyatakan bahwa permohonan intervensi tersebut tidak disertai dengan uraian dan bukti yang cukup kuat untuk menunjukkan hubungan hukum dan kepentingan hukum yang nyata antara perkara di PN Sleman dengan perkara serupa yang sedang berlangsung di PN Surakarta.
"Majelis hakim berpendapat bahwa permohonan intervensi yang diajukan oleh permohonan intervensi tersebut tidak berdasar hukum dan harus dinyatakan ditolak," kata Cahyono saat membacakan putusan sela, Selasa.