SuaraJogja.id - Memperingati 213 tahun peristiwa Geger Sepehi atau dikenal dengan penyerbuan Keraton Yogyakarta oleh pasukan Inggris pada 19-20 Juni 1812, keluarga besar Sultan Hamengku Buwono II (HB II) menuntut pengembalian aset yang dirampas.
Mengingat peristiwa ini ditandai dengan penjarahan besar-besaran harta benda keraton dan kehilangan naskah-naskah berharga, serta perubahan tatanan kekuasaan di Kesultanan Yogyakarta.
Ketua Yayasan Vasatii Socaning Lokika sekaligus trah Sultan HB II, Fajar Bagoes Poetranto, menyebut peristiwa tersebut sebagai kejahatan kemanusiaan.
Sehingga diperlukan pembentukan Komite Pengembalian Aset yang melibatkan pemerintah, keluarga trah, dan Kraton Yogyakarta.
Baca Juga:Polemik Salat Id di Alkid: Keraton Belum Melarang, Tapi Warga Sudah Kecewa Duluan
Tujuannya untuk mengembalikan harta benda dan manuskrip milik Kraton Yogyakarta yang dirampas ke Eropa selama masa penjajahan.
Aset-aset yang dirampas berupa keping emas, koin perak senilai Rp 8,36 triliun lebih, serta 7.000-an naskah kuno milik Sri Sultan HB II.
"Kami melihat bahwa telah terjadi peristiwa kejahatan kemanusiaan pada peristiwa Geger Sepehi tersebut. Oleh karenanya kami Keluarga Trah Sultan HB II akan menjadi bagian bersama Kraton Yogyakarta serta pemerintah RI untuk melakukan upaya pengembalian aset-aset milik Sultan HB II," ucap Fajar dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025).
Fajar menyebut dukungan itu telah datang dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Menteri HAM Natalius Pigai.
Dalam kesempatan ini, pihak Trah Sultan HB II ingin meluruskan pernyataan kedua menteri itu terkait penggunaan istilah Repatriat Equity Claiming atau Reclaiming.
Baca Juga:Titik Terang Sengketa Lempuyangan: Keraton Turun Tangan, Warga Dapat Ganti Untung
Dia bilang semestinya yang dilakukan pemerintah yakni Claiming Equity Prasasti International, yaitu proses pengembalian hak-hak aset kepemilikan dari keluarga yang telah dirampas secara Unlawful lewat peristiwa Geger Sepehi pada tahun 1812.
"Kita ingin meluruskan bahwa ini bukan proses Repatriasi. Karena ini penting. Kita mendukung upaya pemerintah tapi dengan cara Claiming Equity Prasasi internasional dalam keterangan persnya bukan Repatriasi," ujarnya.
"Sebab, keseluruhan aset dan manuskrip itu jelas milik kita sebagai bangsa, milik Kraton Yogyakarta, milik Sultan HB II yang dirampas," imbuhnya.
Fajar mengungkapkan bahwa pembentukan Komite Pengembalian Aset HB II yang terdiri dari Pemerintah, Keluarga Trah Sultan HB II, dan Kraton Yogyakarta sangat penting untuk mengembalikan aset-aset tersebut.
"Kita ingin dibentuk komite yang kemudian duduk bersama antara Trah Sultan HB II, Kraton Yogyakarta, dan pemerintah berunding dengan Inggris. Dasar tuntutan yakni Peristiwa Geger Sapehi tahun 1812," tandasnya.
Akan Ditempuh Lewat Jalur Diplomasi Formal
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai melalui keterangan tertulis ini mengatakan bahwa berbagai upaya terus dilakukan oleh kementerian-kementerian terkait.
Khususnya mengenai Repatriat Equity Claiming atau Reclaiming yang diupayakan keluarga besar HB II itu.
Pigai menjelaskan kekayaan aset seperti prasasti artefak - artefak dan manuskrip harus menjadi milik sendiri serta ada prosedur internasional tentang klaim kembali atau reclaiming prosedur internasional yang harus diperjuangkan kalau tanpa dukungan dari pemerintah.
Dalam keterangan tertulis ini pula, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan bahwa upaya pengembalian naskah kuno tersebut akan dilakukan melalui jalur resmi diplomasi. Termasuk dengan membuka komunikasi langsung bersama Pemerintah Inggris.
Hingga saat ini, Fadli mengakui belum ada langkah formal yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk membahas pemulangan manuskrip tersebut secara langsung.
Fadli menyebut manuskrip-manuskrip itu dirampas oleh Inggris sejak peristiwa Geger Sepehi tahun 1812.
Kala itu, pasukan Inggris yang dipimpin Thomas Stamford Raffless menyerang Keraton Yogyakarta dan merampas sejumlah aset mereka.
"Kita akan usahakan meskipun menurut Sultan ada sekitar 170 naskah digitalnya sudah diberikan, tapi memang jumlahnya lebih banyak dari itu," ucap Fadli.