Hentikan Pemburu Rente, Guru Besar UGM Nilai Program MBG Lebih Aman Jika Dijalankan Kantin Sekolah

MBG bermasalah di implementasi. Agus UGM sarankan optimalkan kantin sekolah/transfer tunai ke siswa agar efektif, hindari rente, & gizi tercapai

Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 04 Oktober 2025 | 21:50 WIB
Hentikan Pemburu Rente, Guru Besar UGM Nilai Program MBG Lebih Aman Jika Dijalankan Kantin Sekolah
Ilustrasi MBG yang dibagikan kepada siswa. [Ist]
Baca 10 detik
  • Program Makan Bergizi Gratis dinilai bagus secara ide, namun masih bermasalah di tahap pelaksanaan.
  • Agus Sartono usulkan distribusi lewat kantin sekolah agar makanan segar dan pengawasan lebih ketat.
  • Penyaluran tunai ke siswa dinilai lebih efisien, mencegah rente, dan hemat hingga Rp33,3 triliun per tahun.

SuaraJogja.id - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah berjalan selama 10 bulan dinilai masih jauh dari kata beres. Alih-alih menyehatkan, sejumlah kasus keracunan masih saja bermunculan.

Guru Besar Departemen Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Agus Sartono, menilai tidak ada yang keliru dari ide besar MBG. Namun selama ini masih bermasalah di tahap pelaksanaan. 

"Tantangannya di implementasi, persoalan muncul bukan pada ide besar, tetapi pada delivery mechanism," kata Agus, dikutip, Sabtu (4/10/2025).

Menurut Agus, jika dijalankan dengan benar, program ini bisa membawa banyak manfaat. Selain memperbaiki gizi anak di usia tumbuh, juga bisa membangun kohesi sosial, menumbuhkan empati, hingga menciptakan lapangan kerja baru. 

Baca Juga:Jurnalis CNN Dicekal Gegara Pertanyaan "Di Luar Konteks", PWI Geram

Namun ia menekankan, kuncinya ada pada siapa yang kemudian menjalankan program ini di lapangan.

Agus menilai praktik baik yang telah dilaksanakan oleh sejumlah negara maju bisa menjadi contoh. Program MBG, kata dia, sebaiknya dijalankan melalui kantin sekolah agar makanan tersaji segar dan terkontrol. 

"Melalui kantin sekolah, makanan masih fresh, menghindari makanan basi, skalanya relatif kecil dan lebih terkontrol. Mestinya ini bisa dilakukan di Indonesia, sekolah bersama komite sekolah mampu mengelola dengan baik," tandasnya.

Nantinya, kebutuhan bahan baku dapat dipenuhi dari UMKM di sekitar sekolah. Sehingga menciptakan sirkulasi ekonomi yang baik. 

"Sekolah mendapatkan dana utuh sebesar Rp15 ribu per porsi bukan yang terjadi selama ini hanya sekitar Rp7 ribu per porsi," imbuhnya. 

Baca Juga:Sultan Ajari BGN soal Keracunan MBG: Lihat Dapur Umum Bencana, Enggak Perlu Orang Kimia

Alternatif kedua adalah dana diberikan secara tunai kepada siswa. Biarkan orang tua membelanjakan dan menyiapkan bekal kepada putra putrinya. 

BGN hanya perlu menyusun panduan teknis saja dan melakukan pengawasan. Di sini guru di sekolah dapat melakukan pengawasan.

Jika kemudian ada anak yang tidak dibawakan bekal, diberi peringatan. Ketika hingga satu bulan kemudian orang tuanya dipanggil dan jika masih terjadi penyimpangan maka dihentikan. 

"Cara seperti ini tidak saja menanggulangi praktik pemburu rente, tetapi juga dipercaya akan lebih efektif. Dana dapat ditransfer langsung ke siswa setiap bulan seperti halnya KIP, atau seperti penyaluran BOS jika MBG dilakukan melalui kantin sekolah," tegasnya. 

Agus menyoroti sistem saat ini yang terlalu panjang dan membuka peluang rente. Penyaluran melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) justru dinilai hanya menguntungkan pengusaha besar yang mampu masuk ke rantai proyek. 

"Sungguh menyedihkan jika unit cost Rp15 ribu per porsi per anak pada akhirnya tinggal Rp7.000 saja," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak