Melawan Keterbatasan, Seniman Disabilitas Jogja Pamerkan Karya Memukau di Tengah Mahalnya Bahan Baku

Seniman disabilitas Yogyakarta gelar pameran "Together Beyond Limits" di Aveta Hotel Malioboro. Bukti seni adalah ruang setara, lampaui keterbatasan.

Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 02 November 2025 | 08:46 WIB
Melawan Keterbatasan, Seniman Disabilitas Jogja Pamerkan Karya Memukau di Tengah Mahalnya Bahan Baku
Seroang pengunjung menyambangi Pameran “Together Beyond Limits” di Aveta Hotel Malioboro, Sabtu (1/11/2025). [Kontributor/Putu]
Baca 10 detik
  • Pameran seni disabilitas digelar di Jogja
  • Aveta Hotel dan JDA sebagai penyelenggara menggandeng sekitar 25 seniman
  • Seni yang ditampilkan beranekaragam mulai dari politik, isu lingkungan dan lainnya

SuaraJogja.id - Ketika harga bahan baku seni kian melambung, mulai dari kanvas hingga cat minyak dan bingkai, para perupa disabilitas di Yogyakarta justru menolak berhenti berkarya.

Alih-alih meyerah di tengah keterbatasan fisik dan ekonomi, mereka tampil percaya diri memamerkan karya penuh warna, ide, dan semangat dalam ajang Pameran Karya Seni Seniman Disabilitas bertajuk Together Beyond Limits" di Aveta Hotel Malioboro selama November 2025.

Pameran ini menjadi bukti nyata dunia seni tetap menjadi ruang setara bagi semua orang.

Diselenggarakan oleh Aveta Hotel Malioboro bekerja sama dengan Jogja Disability Art (JDA), pameran kali ini menampilkan sekitar 25 seniman dari berbagai ragam disabilitas.

Baca Juga:Bantul Lawan Kemiskinan Ekstrem: Bansos Pangan dan Alat Bantu Disabilitas Disalurkan

Mereka menghadirkan lebih dari 30 karya yang dieksekusi dengan beragam medium. Sebut saja akrilik, cat minyak, hingga kombinasi cat air, bolpoin, dan spidol.

Founder sekaligus Ketua JDA, Sukri Budi Dharma dalam pembukaan pameran, Sabtu (1/11/2025) malam menjelaskan seniman yang terlibat berasal dari empat ragam disabilitas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, yakni motorik, sensorik, intelektual, dan disabilitas ganda.

"Motorik itu biasanya disabilitas fisik, seperti pengguna kursi roda atau kaki palsu. Sensorik itu tuli-bicara dan netra, dan untuk yang netra, kami libatkan di bidang musik. Sementara intelektual termasuk adik-adik dengan IQ di bawah 90 atau autis," jelasnya.

Bagi Sukri, pendampingan terhadap seniman disabilitas tidak sekadar teknis, tapi juga menyangkut penguatan kepercayaan diri.

Mereka selama berbulan-bulan diajak berkarya di tengah keterbatasannya.

Baca Juga:Penumpang Difabel Sering Kesulitan Akses Transportasi Publik, Kartu Disabilitas Dibagikan di Jogja

Apalagi tantangan ekonomi yang kini dihadapi para seniman.

Harga bahan baku melonjak tajam, dari kanvas hingga pigura.

"Sekarang harga kanvas naik, satu meter bisa ratusan ribu. Belum lagi cat, frame, dan kaca. Tapi kami tetap semangat. Kami edukasi bahwa nilai karya tidak hanya dari mahalnya bahan, tapi dari makna dan prosesnya," ujarnya.

Dalam pengalamannya mengurasi karya peserta pameran, Sukri mengaku kagum. Sebab karya-karya para seniman disabilitas justru tidak terjebak pada tema penderitaan atau keterbatasan.

"Kami menyesuaikan kemampuan dan potensi masing-masing. Yang penting bukan belas kasihan, tapi kesempatan yang setara," ujarnya.

Mereka tidak hanya bicara tentang disabilitas. Banyak yang mengangkat isu alam, politik, sampai polusi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak