Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Jum'at, 13 November 2020 | 14:36 WIB
Ilustrasi UMP Jogja. [ Ilustrator / Ema Rohimah]

"Rp5 juta pun belum layak, kalau butuhnya Rp10 juta. Tapi bagaimana akan menaikkan? Itu kan juga tergantung negosiasinya dengan Apindo [Asosiasi Pengusaha Indonesia]," ungkapnya.

Sri Sultan Hamengku Buwono X (YouTube DINAS KEBUDAYAAN KOTA YOGYAKARTA)

Menurutnya, pengusaha maunya upah serendah mungkin, sementara pekerja maunya upah setinggi mungkin. Pemda DIY kata dia, posisinya hanya memfasilitasi, kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.

Ia pun mengingatkan UMP hanya diterapkan untuk pekerja baru yang memiliki masa kerja belum sampai setahun. Setelah setahun bekerja, para pekerja diharapkan sudah mendapat upah lebih besar.

Terpisah, Sekretaris Disnakertrans Bantul Istirul Widiastuti menyebut, pihaknya belum melakukan finalisasi terkait kenaikan UMP itu. Agenda terdekat sejauh ini yakni baru merencanakan rapat pleno.

Baca Juga: Eksperimen Sosial Hidup di Jogja dengan Rp50 Ribu, Ini yang Bisa Dibeli

Dalam rapat pleno itu nantinya akan membahas terkait Dana Peningkatan Kesejahteraan Pekerja (DPKP). Nantinya juga akan dihadirkan juga untuk dudku bersama mulai dari asosiasi pengusaha, serikat pekerja, praktisi hukum, dan dinas terkait.

"Sebisa mungkin, kami lakukan musyawarah dengan mempertimbangkan berbagai kondisi dan situasi yang terjadi. Kami sifatnya adalah wasit. Harus bisa berada di tengah, untuk menjembatani kepentingan pengusaha dan pekerja. Jadi kami harus adil memberikan masukan. Jangan sampai berat sebelah," pungkasnya. 

Liputan khas ini dikerjakan bersama reporter SuaraJogja.id Hiskia Andika Weadcaksana dan Muhammad Ilham Baktora

Load More