"Kalau kelompok ini tidak dalam pengaruh miras atau narkoba. Dari sekian banyak pelaku, mungkin hanya satu yang mengkonsumsi miras," ujar Teguh.
Sebenarnya, menurut Teguh, kecenderungan pada kelompok ini bukan untuk melakukan klitih, tetapi aksi tawuran, seperti yang terjadi di Jalan Parangtritis beberapa waktu yang lalu, di mana ada seorang remaja yang meninggal karena dikeroyok sekelompok remaja lain usai bermain futsal.
Hal tersebut terjadi karena pertandingan futsal yang telah disertau perjanjian bahwa yang kalah bersedia membayar sewa lapangan. Namun, ternyata janji tidak ditepati, sehingga timbulah ketegangan di antara keduanya.
"Jadi menurut saya itu bukan klitih, tetapi tawuran. Karena marak klitih, maka ya disebut klitih oleh banyak orang," ujar Teguh.
Baca Juga:Deddy Corbuzier Luncurkan Buku Buat Generasi Millennial
Soal senjata yang mereka bawa, ia mengakui memang dipersiapkan sebelumnya. Alasannya untuk membela diri. Mereka beranggapan, daripada menjadi korban, maka lebih baik mempersenjatai diri.
Aksi klitih beramai-ramai tersebut juga bukan hasil pola rekrutmen anggota baru, melainkan lebih karena psikologis massa dan juga rasa ingin diakui di kelompoknya. Biasanya, karena jumlah mereka banyak, maka mental mereka tergugah, sehingga berani melakukan penganiayaan.
"Usai membacok ya sudah, ketakutan sendiri. Menyesal itu sudah pasti, bahkan biasanya tidak ada yang akrab sama orang tua, tiba-tiba baik sama orang tua. Pulang membacok, sampai rumah langsung memijit orang tuanya, padahal sebelumnya tidak pernah sama sekali. Orang tuanya kaget, karena tiba-tiba paginya diciduk polisi," ungkap Teguh.
Tak ada motif tertentu dalam aksi pembacokan tersebut kecuali hanya ingin diakui oleh kelompoknya. Bahkan pelaku klitih berkelompok tak memahami yang mereka lakukan karena sifatnya spontan.
Menurut Teguh, anak-anak ini biasanya dimanja oleh orang tuanya, sehingga kurang perhatian ketika di luar rumah. Mereka sering membolos sekolah meskipun sejatinya setiap hari pamit untuk berangkat sekolah.
Baca Juga:Drama Buka Jendela Darurat Wing Air, Lelaki Ini Terancam 2 Tahun Bui
"Untuk itu, antara pihak sekolah dan orang tua agar lebih komunikatif lagi. Kalau tidak sampai ke sekolah, sebaiknya pihak sekolah menanyakan ke pihak orang tua. Demikian juga kalau anak pulang telat, maka orang tua wajib menanyakan ke sekolah," imbau Teguh.