Relawan ke Puncak Merapi demi Mitigasi, BPPTKG: Sangat Berbahaya, Tak Perlu

Jumat (27/11/2020) kemarin memang banyak laporan yang masuk, tentang relawan yang naik ke puncak Merapi lalu diunggah di media sosial."

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Minggu, 29 November 2020 | 16:52 WIB
Relawan ke Puncak Merapi demi Mitigasi, BPPTKG: Sangat Berbahaya, Tak Perlu
Luncuran awan panas dari puncak Gunung Merapi terlihat dari Balerante, Klaten, Jawa Tengah, Senin (18/2). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

SuaraJogja.id - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyoroti kegiatan relawan yang masih nekat melakukan pendakian ke puncak Gunung Merapi. Pasalnya, hingga saat ini status Gunung Merapi, yaitu Siaga atau level III, menjadikan kegiatan tersebut sangat berbahaya dan tidak dianjurkan.

Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso tetap menyayangkan kegiatan yang dilakukan seorang relawan walaupun dengan alasan misi mitigasi tersebut. Menurutnya, selain dapat membahayakan keselamatan diri, secara tidak langsung aktivitas itu juga menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

“Jumat (27/11/2020) kemarin memang banyak laporan yang masuk, tentang relawan yang naik ke puncak Merapi lalu diunggah di media sosial. Kami sangat tidak menyarankan ada misi apa pun meskipun itu alasan mitigasi, ke puncak Gunung Merapi," ujar Agus saat dikonfirmasi awak media, Minggu (29/11/2020).

Sebelumnya diketahui, beberapa video yang diunggah akun Instagram @laharbara dari puncak Merapi terus mendapat banyak perhatian warganet. Selain memperlihatkan longsoran di dekat kawah puncak Merapi, ada juga video yang menunjukkan rusaknya stasiun pemantauan.

Baca Juga:Satwa Liar Merapi Turun, TNGM: Diganggu Saja Tak Boleh, apalagi Ditangkap

Menanggapi hal tersebut, Agus tidak mengelak bahwa memang ada alat atau stasiun pemantauan yang rusak.

Meski belum diketahui persis kapan stasiun tersebut rusak, tetapi BPPTKG meyakini tidak akan terlalu menggangu perkembangan informasi terkini.

”Memang benar stasiun pemantauan yang ada di puncak rusak akibat lontaran erupsi yang kita juga tidak tahu persis kapan itu terjadi. Namun tidak perlu khawatir, alat substitusi mulai dari drone hingga satelit sudah dioperasikan," ungkapnya.

Agus menuturkan, saat ini kondisi tebing kawah Merapi masih sangat tidak stabil. Hal itu terlihat dari data yang telah dicatat BPPTKG.

Ditambah lagi, kejadian guguran dinding kawah di lava 1954 dalam beberapa waktu lalu. Menurutnya, guguran itu menjadi salah satu yang terbilang bervolume sangat besar sebab hingga mengubah morfologi puncak Merapi.

Baca Juga:Terkena Material Gunung Merapi, Stasiun Pemantauan BPPTKG Rusak Parah

"Bisa dibayangkan jika ada seseorang yang berada di situ, tentu saja kondisinya sangat berbahaya dan memang tidak disarankan berada di sana," tuturnya.

Ditegaskan Agus bahwa saat ini pemantauan visual Gunung Merapi terus dilakukan oleh BPPTKG dengan dukungan berbagai teknologi yang sudah mumpuni, sehingga, kata Agus, pengamatan langsung dari puncak itu tidak diperlukan lagi sementara ini.

"Teknologi semakin canggih, perubahan morfologi dapat diamati dari berbagai sisi dengan akurasi yang memadai," tegasnya.

Dengan teknologi drone dan satelit yang telah disebutkan tadi, menurutnya dapat memungkinkan untuk mendapatkan data visual tanpa harus memasuki daerah bahaya.

Sekali lagi Agus menekankan agar tidak adanya misi apapun yang langsung ke puncak Gunung Merapi.

"Sementara ini masyarakat bisa untuk tetap tenang dan bersabar dulu menghadapi aktivitas Gunung Merapi ini, kita berikan waktu pada Gunung Merapi untuk berekspresi karena selama ini sudah memberikan manfaat yang sangat besar bagi kita semua," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak