Sirekap Eror di Pilkada Serentak 2020, Ini Kata KPU RI

Arief menuturkan banyak persoalan yang membuat Sirekap eror.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 14 Desember 2020 | 18:09 WIB
Sirekap Eror di Pilkada Serentak 2020, Ini Kata KPU RI
Ilustrasi Pilkada Serentak (Ilustrasi Foto: Antara)

SuaraJogja.id - Penggunaan Sistem Rekapitulasi Elektronik atau Sirekap masih menjadi sorotan dalam Pilkada Serentak 2020. Bukan tanpa alasan, sebab masih banyak daerah yang kesulitan dalam pelaksanaannya mengakses sistem dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut.

Merespon hal ini Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman mengakui bahwa Sirekap memang belum sepenuhnya sempurna. Tidak dipungkiri juga program yang baru diluncurkan dalam Pilkada 2020 ini masih sering terjadi kendala di sana-sini.

"Memang belum sempurna, lagipula itu program baru dari kita. Dia [Sirekap] juga masih up and down tetapi, sampai sekarang masih bisa berjalan dan digunakan," kata Arief saat ditemui awak media, di sela kunjungannya ke KPU Sleman, Senin (14/12/2020).

Arief menuturkan banyak persoalan itu terkait dengan teknis operasi sistem atau jaringan di masing-masing daerah. Selain itu masih ada berbagai persoalan lain yang patut menjadi perhatian.

Baca Juga:98 Persen Suara Masuk KPU Cilegon, Helldy-Sanuji Peroleh Suara Terbanyak

Namun kendati begitu, kata Arief hal itu menunjukkan bahwa persoalan yang dialami oleh Sirekap ini bukan masalah tunggal. Artinya memang ada banyak celah yang masih harus diperbaiki untuk terus mengembangkan sistem ini.

"Tentu itu semua tadi menunjukkan bahwa itu bukan problem tunggal. Tetapi kita bisa pastikan sampai hari ini Sirekap masih bisa digunakan," ucapnya.

Menurut catatan yang diterima Arief hingga hari ini, setidaknya sudah ada 225.000 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang sudah memasukkan datanya melalui Sirekap. Sebarannya pun bervariasi dari berbagai kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.

"Bahkan beberapa dari kabupaten dan kota juga sudah ada yang sampai bisa upload 100 persen. Jumlah tadi juga terus bertambah setiap harinya," tuturnya.

Arief meminta kepada semua pihak terkait yang ada di masing-masing kabupaten dan kota untuk terus mengunggah data yang diperlukan terkait Pilkada melalui Sirekap. Sebab dari unggahan di Sirekap inilah beberapa manfaat bisa turut dirasakan.

Baca Juga:Pilkada Tahun 2020 Tak Capai Target, KPU Pandeglang: Karena Faktor Alam

Pertama terkait dengan kepentingan transparansi kepada publik tentang hasil Pilkada di wilayahnya masing-masing. Bahkan bukan hanya data di setiap kabupaten atau kota saja, melainkan hingga data di tiap TPS akan dapat terlihat.

"Kedua, untuk memastikan tingkat akurasi data itu sendiri. Ya mudah-mudahan Sirekap ini bisa menjadi warisan penting dan berharga untuk pemilu kita ke depan. Baik pilkada maupun pemilu nasional," harapnya.

Terkait dengan evaluasi yang perlu dilakukan kepada Sirekap sendiri, Arief menyebut dimulai dari perlunya persiapan matang perihal pemanfaatan teknologi informasi dalam pemilu. Mulai dari infrastruktur, hardware, software, hingga sumber daya manusia yang mengoperasikan.

"Semua itu akan kita siapkan lebih baik. Sebab memang sebenarnya target penerapan sistem ini baru akan dilakukan pada tahun 2024 mendatang. Tetapi karena di tahun 2020 ini ada momentum yang maksudnya kita sedang terdampak pandemi Covid-19, maka penggunaan teknologi Informasi lebih dimaksimalkan," ungkapnya.

Berangkat dari situ, maka KPU lantas mengusulkan teknologi sistem operasi ini untuk diterapkan di Pilkada serentak tahun 2020. Ketika usulan itu diterima pun kata Arief memang ada syarat yang perlu disetujui yakni dengan tidak boleh digunakan sebagai dasar penetapan hasil resmi.

"Maka Sirekap sekarang ini hanya difungsikan sebagai bahan informasi dan alat bantu saja," sebutnya.

Disinggung mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada serentak khususnya di Kabupaten Sleman yang disebut rendah, Arief menolak pernyataan tersebut. Menurutnya tingkat partisipasi masyarakat Sleman yang meski tidak mencapai target yang ditetapkan oleh KPU Sleman tapi tidak bisa juga dikatakan sebagai kategori rendah.

"Targetnya 80 persen, ya kalau dibilang tidak mencapai target iya benar tapi kalau dikatakan rendah tidak juga, tingkat partisipasi 75 persen itu tinggi loh. Kalau di bawah 50 persen itu baru bisa dibilang rendah," terangnya.

Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Sleman, Sutoto Jatmiko menyampaikan rapat pleno rekapitulasi hasil perhitungan suara Pilkada Sleman sempat terkendala terkait dengan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang tidak bisa diakses. Kendalai itu membuat rekapitulasi akhirnya dilanjutkan dengan menggunakan program aplikasi lembar kerja Excel.

"Iya tadi web sirekap dan tidak bisa diakses. Sehingga menggunakan Excel dan manual saja Mungkin server down, kita hanya tahu tidak bisa diakses," ucapnya.

Disebutkan Sutoto bahwa memang sejak semual Bawaslu RI sudah merekomendasikan untuk tidak menggunakan web atau aplikasi Sirekap. Jadi saat ini penggunaan Sirekap masih sebatas taraf uji coba saja.

Disinggung mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada Sleman tahun ini, Sutoto mengakui bahwa Sleman memang paling rendah dibandingkan dengan tiga kabupaten lainnya di DIY yang melaksanakan Pilkada yakni Bantul dan Gunungkidul. Namun ia masih enggan untuk mengungkapkan secara rinci jumlah partisipasi masyarakat yang dinilai rendah tersebut.

"Sleman paling rendah, soalnya kita hanya mencapai sekitar 75 persen. Saya kira memang sosialisasi terus harus ditingkatkan dengan melibatkan stakeholder yang ada di Sleman. Ditambah juga pandemi Covid-19 juga berpengaruh pada tingkat partisipasi," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini