SuaraJogja.id - Harga cabai di tingkat petani merosot hingga 50% dari harga normal. Kondisi ini terjadi bukan hanya kepada cabai merah keriting melainkan juga rawit.
Ketua Forum Petani Kalasan Janu Riyanto menjelaskan, selama ini harga normal cabai ada di kisaran Rp11.000 per kilogram, sedangkan saat ini harga cabai hanya Rp5.000 per Kilogram.
Ia memandang, turunnya harga cabai dipastikan bukan ditengarai memasuki panen raya. Karena menurut Janu, cabai baru memasuki masa panen raya pada September.
Kendati harga cabai anjlok, Janu dan rekan sesama petani di kelompoknya tak melakukan protes maupun hal negatif dan merusak lainnya dalam menyikapinya.
Baca Juga:Petani di Tulungagung Gigit Jari Harga Cabai Anjlok Tembus Rp 4 Ribu
Terlebih, Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman juga sudah membantu petani cabai.
"Kami menyikapi dengan tenang karena memang keadaan seperti ini. Kami tetap merawat cabai kami," ungkapnya, Kamis (26/8/2021).
Selain merawatnya, petani juga memilih memberikan atau membagikan cabai ke masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka, untuk dikonsumsi.
"Akan lebih bermanfaat bila kami bagi-bagikan," tuturnya.
Menurut Janu, merosotnya harga cabai di tingkatan petani mulai terjadi sejak PPKM dengan level diberlakukan, yakni sekitar sebulan lalu.
Baca Juga:5 Fakta Perjalanan Lord Adi dari Petani Cabai Sampai Jadi Idola di MasterChef Indonesia
Salah satu efek yang diperkirakan merambat ke harga cabai, yakni banyak warung makan, resto mengurangi jam operasional bahkan tutup dan larangan hajatan.
"Dampak PPKM memang terasa saat ini bagi petani cabai, dikarenakan harga yang tidak mencukupi untuk biaya petik," terangnya.
Para petani tidak punya solusi sendiri mengenai harga cabai. Apalagi, hasil jual produk olahan cabai juga tidak seberapa.
"Tidak laku, mungkin daya beli masyarakat menurun. [Hasil jual produk] sepi karena cabai terlalu murah, sehingga mereka [pembeli] pilih beli cabai segar," imbuhnya.
Plt Kepala DP3 Sleman Suparmono mengatakan, beberapa hari terakhir, harga hampir semua produk pertanian, peternakan maupun perikanan mengalami penurunan sebagai akibat tidak seimbangnya antara jumlah produksi dan jumlah permintaan pasar.
Senada dengan Janu, Suparmono menjelaskan permintaan cabai menurun sebagai dampak semua pihak sedang konsentrasi memutus mata rantai penyebaran Covid-19 (PPKM darurat dan PPKM Level 4).
Selain itu, saat ini sedang memasuki panen raya tidak saja di Sleman, tapi juga di sentra cabai Jateng dan Jatim.
"Siklus ini terjadi setiap tahun, saat panen raya harga tertekan karena pasokan banyak dan permintaan sedikit," urainya.
Sebagai tambahan informasi, beberapa hari ini produksi cabai Sleman mencapai 20 ton/ hari. Ini salah satu penyebab mengapa harga cabai tertekan, imbuh mantan Panewu Cangkringan ini.
"Saya menyarankan agar kita menggunakan 'ilmu titen' dalam ikut bertanam cabai," ungkapnya.
Terkait dengan komoditas cabai, mengingat Sleman sudah ditetapkan sebagai salah satu sentra cabai nasional, maka Bupati Sleman telah meminta kepada DP3 untuk mencari jalan keluar produk olahan cabai, agar saat produksi melimpah dapat diolah atau diawetkan.
"Kami juga diminta Bupati untuk membantu sarana produksi kepada petani cabai. Salah satu di antaranya kami akan membantu mulsa," kata dia.
Selain memaparkan sejumlah hal, Suparmono terus mendorong petani ikut berperan dalam gerakan percepatan vaksinasi dan penerapan protokol kesehatan di lingkungan masing-masing.
"Insya Allah, kalau Covid bisa terkendali, maka permintaan produk pertanian dapat meningkat dan harga pasti akan meningkat kembali," tuturnya.
"Intinya jangan mudah menyerah. Kalau harga sedang bagus maka hasilnya sebagian ditabung atau disisihkan untuk cadangan manakala harga sedang tidak bagus," tandasnya.
Kontributor : Uli Febriarni