SuaraJogja.id - Di sini hari demi hari kulalui dengan rasa sakit yang kualami
Dimana ketenangan hatiku, kedamaian jiwaku
Suka cita yang selalu memenuhi hidupku
Lenyap..lenyap sudah semuanya
Saat jeruji besi merenggutku aaa
Namun, sepucuk harapan mulai tumbuh
Saatku mengenal Dirimu
Ketenangan damai Kembali aku rasakan
Kau adalah sahabat dan Guruku uuu
Karenamu aku mengerti arti kehidupan
Jeruji besi ujian hidupku
Sepucuk harapan hatiku suatu hari nanti
Kebebasan membawaku kembali
Dari jeruji besi Ini menyambut masa depan
Sepucuk harapan untuk asaku
Baca Juga:Heboh Gerombolan Ikan Teri Serbu Pantai Selatan Yogyakarta, Ada Apa?
Penggalan lirik nyanyian pilu itu menggema dari dalam gereja yang ada di dalam kompleks Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta. Nyanyian pilu itu tengah dikumandangkan kelompok akustik yang terdiri dari lima orang warga binaan LPP Kelas II B Wonosari sebagai pengobat duka.
Salah satunya adalah Mary Jane Fiesta Veloso (36) terpidana mati kasus narkotika jenis heroin. Wanita berkewarganegaraan Filipina ini ternyata adalah sosok yang menciptakan lagu berjudul 'Sepucuk Harapan' tersebut. Hari itu, Mary Jane bernyanyi sambil memainkan piano.
Bermain akustik adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Mary Jane untuk mengisi waktunya selama di dalam penjara. Rasa rindunya terhadap dua orang anaknya menjadi penyemangat dirinya melewati 11 tahun 6 bulan dari balik jeruji besi. Asa ingin bebas masih tertancap kuat di dalam benaknya meskipun vonis yang ia sandang adalah hukuman mati.
Foto anak pertamanya Max Mac yang kini berusia 18 tahun dan Darrent yang dulu ia tinggal masih setahun kini sudah genap 13 tahun selalu ada di dekat jantungnya. Kalung berisi foto dua orang anaknya selalu ia kenakan kemanapun pergi.
Saat ditemui tim SuaraJogja.id di Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta yang terletak di Wonosari, Mary Jane mengaku ingin segera pulang menemui kedua buah hatinya tersebut. Secercah harapan itu muncul ketika mendengar kabar orang yang menjebaknya dan menjadi aktor utama dalam peredaran narkotika telah divonis bersalah oleh Pengadilan di Filipina.
Baca Juga:Terima 28 Ribu Dosis Moderna, Dinkes Kota Yogyakarta masih Jadwalkan Distribusinya
"Saya ingin pulang. Agar bisa kumpul lagi dengan anak-anak saya,"ujar Mary Jane, Selasa (21/9/2021).
5 tahun di dalam penjara, Mary Jane mengungkapkan baru bisa menerima kenyataan hidupnya yang harus terbelenggu akibat kejahatan yang ia klaim tidak pernah dilakukannya. Ia hanya dijebak oleh orang yang tidak dikenalnya kala akan berangkat bekerja ke Negeri Jiran Malaysia menjadi Asisten Rumah Tangga (ART).
Sebuah pelajaran berharga ia dapatkan dari pengalaman pahit hidupnya yang berakhir di dalam penjara menunggu kepastian hukuman mati yang akan diterimanya. Pelajaran tersebut adalah tidak boleh cepat percaya dengan orang lain meskipun orang dekat.
"Jangan cepat percaya dengan teman, teman dekat ataupun saudara jauh. Karena ini yang saya dapat. Saya dipenjara,"ujar Mary Jane.
Tiga kali pindah Lapas, Mary Jane mengungkapkan tak mengalami kesulitan. Ia justru mengaku serasa mendapat keluarga baru. Di awal ia menghuni sel tahanan, jiwanya memang sangat labil bahkan sering berusaha mengakhiri hidupnya. Seringkali ketika emosinya tercabik akibat dituduh atas kesalahan yang tidak ia lakukan, wanita ini membentur-benturkan kepalanya ke tembok.
Namun, belakangan ini, keimanannya kian bertambah sehingga selama tiga hari berturut-turut ia selalu menjalankan Puasa Ester. Puasa Ester sendiri bagi Umat Katolik merupakan puasa dari fajar sampai senja pada malam sebagai upaya bermunajat.
"Hati saya lebih tenang, moodnya sudah tidak lagi naik turun setelah saya semakin dekat dengan Tuhan Yesus. Puasa Ester adalah puasa pengharapan. Saya ingin Tuhan mengabulkan harapan saya untuk bebas," harap Mary.
Berbagai kegiatan selalu ia ikuti untuk menghilangkan kejenuhan. Setiap harinya ia bangun pukul 04.30 WIB, ia lantas melakukan doa pagi. Setelah itu, ia kemudian memakan biskuit dan kopi putih kesukaannya sebagai bekal berpuasa.
Setelah itu pukul 06.30 WIB, ia keluar dari blok kamar untuk mengikuti apel pagi yang selalu digelar oleh pihak Lapas. Kemudian diteruskan dengan senam pagi. Mary Jane mengaku sangat senang dengan kegiatan senam pagi ini karena dapat membuatnya bugar.
"Sekarang lebih bugar karena rutin olahraga dan menjaga pola makan,"ucap Mary.
Setelah senam selesai, Mary Jane bersama dengan narapidana lainnya kemudian mengikuti berbagai kegiatan di Balai Latihan Kerja yang berada di dalam Lapas. Salah satunya adalah kegiatan membatik. Di lokasi tersebut ia duduk bersama teman-temannya dan mulai menggoreskan lilin ke atas kain.
Melalui kegiatan membatik ini, Mary Jane mendapatkan penghasilan. Di pasaran, Batik Mary Jane sangat laku bahkan pesanan sudah mengantri. Karena banyak pesanan, maka ia harus berusaha keras untuk selalu menjaga mood agar bisa terus membatik.
"Kalau mood saya bagus maka bisa menyelesaikan batik ini, karena mood sangat mempengaruhi saya dalam membatik, satu lembar berukuran dua meter dari mulai menggambar hingga finishing biasanya satu bulan baru selesai," terangnya.
Ia mengaku bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk membatik. Menurutnya kegiatan membatik bisa menjadi sarana menenangkan jiwanya. Ia mengaku, saat membatik dalam hati bermunajat dengan lagu-lagu pujian.
"Waktunya terasa sangat cepat, tau-tau sudah sore. Setiap sore saya sempatkan ke gereja," kata dia.
Bangunan gereja sendiri ada di dalam Lapas. Warga binaan dengan bebas melakukan aktivitas di rumah ibadahnya masing-masing. Mary Jane sendiri mengaku rutin berkomunikasi dengan Romo yang menjadi penasehat spiritualnya.
Ia mengaku saat ini seperti menemukan keluarga di Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta. Pendampingan dari petugas kerap ia terima. Bahkan saat moodnya naik turun pun, ada petugas yang menenangkan. Lantaran hal itu, kini, emosinya sudah lebih terkontrol dan bisa menjaga perilakunya di dalam penjara.
Terbesit harapan, ketrampilannya seperti membatik dan merajut, akan ia tularkan kepada tetangganya di Filipina nanti jika ia dikehendaki pulang. Mary Jane sendiri terus yakin jika apa yang menjadi harapannya bisa terjadi.
Dengan ketrampilan yang ia dapat itu pula akan digunakan sebagai bekal ketika bebas nanti. Ia akan berwirausaha semampu dirinya tanpa harus bekerja menjadi Pembantu (ART) lagi di negeri orang. Apapun akan ia lakukan agar bisa menghidupi keluarganya dan menyekolahkan anak-anaknya nanti.
"Anak saya ada dua, yang satu lulus SMA, mau kuliah tapi tidak ada biaya sekarang kerja, satunya SMP. Biasanya setahun sekali mereka bisa datang menjenguk, tapi dua tahun pandemi ini sudah tidak bisa bertemu," terang Mary.
Mary Jane berkelakuan baik
Kepala Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta, Ade Agustina mengatakan, Mary Jane sudah melaksanakan masa hukuman selama 11 tahun 6 bulan. Baru 3 tahun 6 bulan ini, menjadi warga binaannya setelah LPP resmi dibentuk oleh pemerintah.
"Tiga bulan ini pindah dari Wirogunan ke Wonosari,"ujar dia.
Ade menyebut Mary Jane cenderung patuh dan multitalenta. Terpidana mati tersebut mengikuti berbagai kegiatan pembinaan dengan baik. Bahkan semua ilmu bisa diserap dengan baik karena sebenarnya Mary Jane adalah multitalenta.
"Pembinaan yang kami lakukan direspon dengan baik. Dua pembinaan yang kami lakukan, kepribadian dan kemandirian. kami mengadakan pelatihan penulisan, alat musik, merajut membatik bahkan membaca dan membuat puisi bisa dia lakukan dengan baik," tutur Ade.
Membatik adalah salah satu kesukaan Mary Jane bahkan mampu memberinya penghasilan. Batik hasil karya Mary Jane sangat diminati, pesanan pun banyak mengalir ke Mary Jane melalui LPP. Harga selembar kainpun laku Rp600 ribu hingga Rp1 juta.
Kendati demikian banyak pembeli yang membayarnya dengan harga lebih. Uang hasil penjualannya ia berikan dalam wujud e money. Uang tersebut Mary Jane kirimkan untuk keluarganya di Filipina.
"Disini juga dia sudah bisa Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa. Semua buku di perpustakaan sudah selesai dia baca," ujarnya.
Mary Jane sendiri saat ini berada di blok Medium Security. Ia di dalam kamar bersama lima temannya. Hanya saja, ketika proses hukumnya baru banyak dibahas berbagai kalangan, Mary Jane sering mengeluhkan migren hingga sakit pada kaki.
"Sudah dibawa ke dokter, tapi tidak terjadi apa-apa itu pengaruh psikisnya," kata Ade.
Ade menambahkan, saat ini emosi Mary Jane lebih terkontrol. Padahal dulu, tak jarang mood Mary Jane juga mengalami naik turun. Sebelum pindah ke Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta yang berada di Wonosari, Mary Jane sering berusaha menyakiti diri sendiri.
"Tidak pernah berbuat onar, tapi memang kalau moodnya gak stabil sering berusaha menyakiti diri, dia bilang, toh juga nanti mati, tapi setelah kami dampingi psikis dan spiritualnya dia tenang lagi," papar Ade.
Pendamping blok Mary Jane Sri Kurniasih mengaku, belakangan, jika hati Mary Jane sedang gelisah, ia mengatakan kepada teman-temannya agar tidak terjadi salah paham. Mary Jane lebih memilih untuk sendiri.
"Kalau lagi emosi, Mary Jane meminta teman-temannya untuk tidak mengganggunya," kata Sri.
Sementara disinggung mengenai perkembangan kasusnya, Ade menyebutkan Mary Jane diketahui tengah mengupayakan untuk mengajukan atau mengusulkan kembali grasi ke Presiden.
"Soal dikabulkannya oleh presiden masih belum tahu," terangnya.
Perjalanan kasus Mary Jane
Kasus Mary Jane pertama kali mencuat setelah ia mendapat tawaran dari seorang bernama Maria Kristina Sergio untuk menjadi pembantu rumah tangga di Kuala Lumpur, Malaysia pada 2010 lalu.
Tetapi belakangan rencana itu batal karena pekerjaan yang ditawarkan tidak ada. Gantinya ia dimita untuk pergi ke Yogyakarta, Indonesia.
Maria meminta Mary Jane berangkat ke kota gudeg dengan membawa serta koper baru dan uang senilai 500 dollar US.
Tanpa menaruh curiga, Mary Jane kemudian berangkat ke Indonesia menaiki pesawat Air Asia dari Kuala Lumpur pada 25 April 2010.
Tetapi begitu tiba di bandara petugas yang curiga dengan bawaan Mary Jane melakukan pemeriksaan. Hasilnya di dalam lapisan koper tersebut ditemukan heroin yang dibungkus kertas alumunium dengan berat total 2,6 kg.
Dalam perjalanan hukummnya, Mary Jane sempat dituntut vonis seumur hidup oleh jaksa, tetapi hakim memutuskan untuk menjatuhkan vonis hukuman mati.
Pada 29 April 2015, Mary Jane dijadwalkan menghadapi eksekusi mati di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah bersama beberapa terpidana mati lainnya.
Tapi, eksekusinya dibatalkan sebab di tempat lain, Maria Kristina Sergio yang diduga otak penyelundupan heroin melalui Mary Jane menyerahkan diri kepada Kepolisian Filipina.
Mary Jane kemudian diminta menjadi saksi dalam kasus Kristina pada 8 Mei dan 14 Mei 2015 melalui konferensi video.
Hingga saat ini eksekusi mati terhadap Mary Jane berstatus masih ditunda.
Kontributor : Julianto