SuaraJogja.id - Pendamping hukum para WBP Anggara Adiyaksa menyatakan jumlah korban dugaan kekerasan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta bertambah. Hingga saat ini tercatat sudah ada sekitar 40 orang yang mengaku menerima kekerasan di dalam lapas yang berada di Pakem, Sleman itu.
Jumlah tersebut diketahui bertambah sejak pertama kali Anggara dan sejumlah eks napi serta warga binaan yang berstatus cuti bersyarat melaporkan dugaan kasus kekerasan itu ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY pada Senin, (1/11/2021) lalu. Saat itu korban masih berjumlah 35 orang.
"Sudah ada sekitar 40 orang di grup (WhatsApp). Tapi jujur ada yang takut, trauma, kemarin ada datang lagi yang penuh bekas luka menanyakan, 'saya aman enggak ya' gitu," kata Anggara saat dihubungi awak media, Rabu (3/11/2021).
Disampaikan Anggara, status dari keseluruhan korban dugaan penyiksaan di Lapas Narkotika itu berbagai macam. Ada yang sudah bebas tapi juga ada yang masih cuti bersyarat.
Baca Juga:Tanggapi Dugaan Penyiksaan di Lapas Narkotika, Kemenkumham DIY: Kami Tak Sesadis Itu
"Sudah ada yang bebas lepas, ada yang masih cuti bersyarat. Tapi sebagian besar sudah bebas. Hanya sebagian saja yang cuti bersyarat," ungkapnya.
Dalam kesempatan ini Anggara juga menyampaikan bahwa pihaknya juga telah berkomunikasi kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Tujuannya untuk meminta perlindungan setelah pelaporan mereka kemarin ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY.
Di samping juga adanya ancaman pencabutan hak cuti bersyarat (CB) yang diberikan oleh Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kemenkumham DIY Gusti Ayu Putu Suwardani kepada salah satu korban, Vincentius Titih Gita Arupadatu.
Vincent sendiri menjadi salah satu dari sejumlah orang eks napi yang kemarin turut serta mengadu ke ORI DIY.
"Tadi barusan saya berkomunikasi dengan teman di LPSK untuk meminta perlindungan. Jadi bukan bermaksud bagaimana, tapi kami ke Ombudsman melaporkan sesuai jalur konstitusional tidak melanggar hukum apalagi saksinya banyak," tuturnya.
Baca Juga:Respon Dugaan Kekerasan di Lapas, Kanwil Kemenkumham DIY: Sentuh Saja Sudah Melanggar HAM
Belum lagi, kata Anggara masih ada sejumlah foto-foto dan fakta-fakta lain yang telah dikantongi. Namun ia masih enggan untuk membukanya saat ini.
Namun, ia menyebut bukti-bukti itu salah satunya terkait jawaban dari tekanan yang mempertanyakan pihaknya justru melapor kepada ORI ketimbang ke Kanwil. Padahal, diungkapkan Anggara laporan ke Kanwil pun sudah dilakukan tapi tidak ada tindaklanjut.
"Kami intinya ada dokumentasi bahwa sudah melapor ke Kanwil. Intinya tidak ada tindaklanjutnya terus kami sudah melaporkan ke Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas). Ditjenpas menindaklanjuti tapi penyiksaan tetap berjalan. Terus kami melakukan laporan sekali lagi tidak ada tanggapan makanya kami melaporkan ke Ombudsman," paparnya.
Nantinya masih ada bukti-bukti yang lain akan diserahkan kepada Komnas HAM dan Ombudsman. Dengan harapan bisa mengungkap fakta yang sesungguhnya terjadi.
"Jadi bukti itu nanti akan kami serahkan ke Komnas HAM dan Ombudsman supaya mereka bisa bergerak dengan istilahnya ini loh faktanya demikian. Jadi itu tidak bisa dibantah nanti. Sudah (komunikasi) dengan Komnas HAM," tuturnya.
Kepala Kanwil Kemenkumham DIY Budi Situngkir membeberkan memang ada indikasi tindakan berlebih dari oknum petugas Lapas Narkotika tersebut. Walaupun memang setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut tidak semua yang disampaikan pelapor itu benar.
"Ada mungkin tindakan-tindakan petugas yang melebihi (aturan) dan kami akan tindak tegas," kata Budi.
Dijelaskan Budi tindakan itu diduga dilakukan oleh oknum petugas saat menyambut tahanan yang baru datang. Semacam memberikan ospek atau pengenalan terhadap lingkungan lapas bagi para napi baru.
"Apa yang disampaikan oleh pelapor setelah kami teliti tidak semuanya benar. Tidaklah sesadis itu tapi ada mungkin tindakan-tindakan petugas di dalam rangka tahanan yang baru datang atau napi yang baru ini untuk menekan semacam mengospek, melakukan supaya mereka mengikuti peraturan, memperkenalkan," paparnya.
Budi menuturkan bahwa ada sejumlah tindakan dari petugas yang kemudian itu dianggap melebihi aturan. Sehingga akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan kebenaran tersebut.
"Ya mungkin bisa aja menonjok. Mungkin disuruh guling-guling terlampau berlebihan. Ini yang kami lakukan investigasi sampai semana karena kalau semua yang melakukan kesalahan langsung ngaku mungkin ngga perlu butuh waktu 1x24 jam selesai semua. Tapi kan kami harus pelan-pelan supaya kebenaran yang kita sampaikan nanti," tuturnya.