SuaraJogja.id - Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM), Arif Wismadi menuturkan harus ada upaya ekstra yang harus dilakukan untuk menekan risiko terjadi kecelakan lalu lintas. Terlebih di sejumlah daerah yang diketahui sebagai daerah rawan atau blackspot.
"Pada daerah dengan geometri jalan yang rawan kecelakaan memang harus mendapat prioritas lebih pada aspek keselamatan," kata Arif saat dikonfirmasi awak media, Senin (7/2/2022).
Arif tidak memungkiri bahwa di sejumlah ruas jalan tersebut tidak jarang sudah terpasang rambu-rambu peringatan. Khususnya yang berkaitan dengan medan jalan itu sendiri baik tanjakan atau tikungan.
Ia mengatakan upaya yang kemudian harus ditekankan pertama adalah menekan risiko kecelakaan itu. Dalam hal ini penambahan rambu-rambu dan marka jalan untuk traffic calming atau mengurangi kecepatan laju kendaraan itu diperlukan.
Baca Juga:Polda DIY Olah TKP di Lokasi Kecelakan Maut Jalan Dlingo-Imogiri, Bantul
"Kemudian mencegah kemungkinan kecelakan tunggal maupun yang melibatkan pengguna kendaraan lain. Banyak kecelakaan melibatkan pengguna yang tidak memahami medan yang dilalui," ungkapnya.
Lebih lanjut, kata Arif, kondisi permukaan jalan yang bagus dapat menimbulkan kesalahan tindakan sopir yang begitu tidak mengenal medan dengan baik. Kesalahan perhitungan dalam berkendara itu yang kemudian berakibat fatal.
"Kadang sopir tidak tahu kapan harus menahan laju, serta kapan menyiapkan tenaga akselerasi untuk mengadapi tanjakan. Untuk itu perambuan harus memberikan informasi yang cukup tidak hanya informatif tapi instruktif untuk pengendara," terangnya.
Jika memang kemudian upaya-upaya tersebut masih tidak mampu menghindarkan kejadian kecelakaan. Disebutkan Arif, maka infrastruktur tambahan untuk menghindari korban harus disediakan.
Salah satu yang bisa ditambahkan terkait dengan infrastruktur keselamatan dalam hal ini khususnya yang berada pada tebing dan jurang. Tujuannya agar bisa meminimalisisr hingga kemudian meredam benturan keras jika terjadi kecelakaan.
Baca Juga:Kecelakaan Bus di Bantul Tewaskan 13 Orang, Polisi Olah TKP
"Infrastruktur lain adalah jalur penghentian darurat ketika ada kendaraan dengan rem yang blong atau mundur karena tidak kuat menanjak," ujarnya.
Selain infrastruktur dan fasilitas keselamatan di jalan tersebut yang harus terus dipersiapkan. Di sisi lain respon cepat juga perlu dihadirkan mengantisipasi dampak fatal dari kecelakaan itu sendiri.
"Di setiap titik dan area blackspot diperlukan fasilitas pertolong keselamatan serta penanganan kejadian," tegasnya.
Tidak lupa dalam kesempatan ini, Arif turut menyoroti tentang pengawasan tegas untuk kelebihan muatan di setiap kendaraan. Sebab tidak hanya membahayakan pengemudi sendiri tapi juga potensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas dengan korban lebih banyak.
"Hal yang pasti dibatasi adalah ODOL, over dimension over length, harus dilarang," ucapnya.
Arif mengimbau kepada para pengguna jalan untuk mematuhi instruksi keselamatan di setiap ruas jalan. Selain itu juga harus memperhatikan kesiapan kendaraan yang tidak bisa dilupakan begitu saja.
Apalagi kondisi saat ini masih ditambah dengan pandemi Covid-19 yang belum juga usai. Banyak kemudian bisnis di sektor transportasi yang serba terbatas sehingga perhatian mengenai kelayakan kendaraan harus difokuskan.
"Terlebih untuk kendaraan wisata, surat perintah jalan bus pariwisata semestinya tidak hanya formalitas. Namun harus dikeluarkan dengan pengecekan fisik kendaraan untuk memastikan kondisi prima," pungkasnya.
Belum lama ini, kecelakaan lalu lintas kembali terjadi di wilayah DIY. Setidaknya diberitakan ada sebanyak 13 orang dinyatakan tewas dalam kecelakaan bus tunggal di Jalan Dlingo-Imogiri, Kabupaten Bantul, Minggu (6/2/2022) kemarin. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 14.00 WIB kemarin dan dilaporkan 34 orang masih dalam perawatan.