UKT Mahal, Kuliah Ambyar: Nestapa Mahasiswa di Jogja Menyikapi Tingginya Biaya Jadi Sarjana

Meski pemerintah membatalkan kenaikan UKT di tahun ini, bukan berarti persoalan biaya kuliah yang mahal lantas paripurna. Faktanya di Jogja banyak mahasiswa mengeluh soal UKT

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 03 Juni 2024 | 15:55 WIB
UKT Mahal, Kuliah Ambyar: Nestapa Mahasiswa di Jogja Menyikapi Tingginya Biaya Jadi Sarjana
Ilustrasi UKT mahal. [Suarajogja/Ema Rohimah]

"Hal ini dapat membantu memperkuat hubungan antara universitas dan mahasiswa, sambil memastikan kebijakan yang lebih adil dan berkelanjutan. Penetapan IPI ke semua golongan UKT jalur mandiri tahun 2024 justru telah bertentangan dengan statuta UGM sebagai kampus kerakyatan," terangnya. 

Sudah Rencanakan Penyesuaian

Sekretaris Universitas Gadjah Mada (UGM) Andi Sandi mengakui memang sudah ada rencana untuk melakukan penyesuaian kembali besaran UKT pada tahun ini. Namun kenaikan UKT di UGM sendiri baru direncanakan pada tahun ini setelah lima tahun tanpa perubahan.

"Jadi UGM itu lima tahun terakhir sebelum tahun ini ya, itu tidak pernah menaikkan. Jadi UGM itu tidak pernah menaikkan hampir lima tahun ya, baru tahun ini ada penyesuaian," ujar Andi Sandi. 

Baca Juga:Ratusan Mahasiswa UGM Terancam Tak Lanjutkan Kuliah Akibat UKT, Kampus Genjot Cari Beasiswa

Namun tidak semata-mata menaikkan saja, bahkan justru ada beberapa prodi yang mengalami penurunan atau bahkan tak berubah.

"Kalau yang penyesuaiannya bervariasi bahkan ada enam prodi itu yang turun. Turun dia punya UKT, seperti Fakultas Filsafat itu turun UKT-nya. Program Studi Sosiologi itu turun. Tetapi di sisi yang lain ada juga yang naik, ada juga yang tetap," terangnya.

Diungkapkan Andi Sandi, kenaikan UKT itu memang bervariasi untuk masing-masing prodi. Mulai dari kisaran Rp200 ribu hingga Rp5,3 juta untuk yang kenaikan.

Sedangkan untuk penyesuaian yang turun berkisar antara Rp580 ribu sampai dengan Rp1,7 juta. Satu sisi, pihak kampus pun tetap mempertahankan program UKT 0 bagi mahasiswanya. 

Rata-rata penerima atau pengguna UKT 0 itu pun, kata Andi Sandi cukup banyak. Setidaknya sudah mencapai rata-rata yang ditentukan oleh undang-undang yakni 20 persen.

Baca Juga:UGM Bakal Tinjau Ulang Kerjasama Jasa Pinjol untuk Bayar UKT Mahasiswa

"Dari zamannya, Prof Pratikno sampai sekarang kita tetap menjaga itu UKT 0 dan itu sampai saat ini masih ada, kami tetap mempertahankan itu. Kalau rata-rata, ratenya di atas 20 persen karena ketentuan undang-undang itu minimal 20 persen untuk yang kurang mampu, kalau UGM itu di atas 20 persen," tandasnya.

Selain UKT, Iuran Pengembangan Institusi (IPI) atau uang pangkal yang ditetapkan oleh UGM untuk mahasiswa baru jalur Ujian Mandiri (UM) juga mendapat sorotan. Kebijakan IPI yang diterapkan itu dinilai akan memberatkan para mahasiswa baru. 

Pembatalan kenaikan biaya pendidikan yang disampaikan Mendikbud Ristek kemarin juga akan memengaruhi penerapan IPI. Andi Sandi menyebut ketentuan UKT maupun IPI dimungkinkan bakal kembali ke aturan tahun 2023 kemarin. 

Kemungkinan langkah tersebut disusul dengan terbitnya edaran dari Kemendikbudristek Nomor: 0511/E/PR.07.04/2024 tanggal 27 Mei 2024 tentang Pembatalan kenaikan UKT dan IPI Tahun Akademik 2024/2025.

Selain itu, kini kampus lantas berpedoman dengan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) dan Kepmendikbudristek Nomor 54 Tahun 2024. Dua aturan itu yang kemudian masih menjadi acuan penyesuaian UKT serta IPI nanti.

"Nah untuk pedoman itu mereka (kementerian) akan mereview kembali yang 2023 itu seperti apa. Jadi apakah itu memenuhi standar yang ditentukan dalam Permendikbudristek 2/2024 atau Permen 54/2024 itu," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak