Kemudian ada 52,1 persen mahasiswa angkatan 2023 yang kemudian memilih jalur banding atau melakukan peninjauan kembali terkait UKT yang diterimanya. Kemudian sebanyak 397 mahasiswa dalam survei itu mengaku merasa kesulitan untuk membayar UKT 2023.
Berbagai alternatif pun diupayakan untuk tetap bertahan dan berkuliah. Dari hasil temuan Forum Advokasi tersebut, setidaknya ada 93 mahasiswa yang berupaya untuk mencari dan mendaftar beasiswa.
Namun di sisi lain ada sebanyak 65 mahasiswa yang kemudian berutang atau pinjam terhadap keluarganya. Kemudian ada 34 mahasiswa yang harus terpaksa menjual atau menggadaikan kekayaan atau barang berharga miliknya.
Tuntutan Cabut Uang Pangkal
Baca Juga:Ratusan Mahasiswa UGM Terancam Tak Lanjutkan Kuliah Akibat UKT, Kampus Genjot Cari Beasiswa
Sementara itu, Maulana, selaku Humas Aliansi Mahasiswa UGM dengan tegas menyampaikan penolakan kebijakan baru penerapan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) atau uang pangkal. Pasalnya dalam rencananya IPI di UGM 2024 akan diberlakukan ke semua golongan UKT jalur mandiri kecuali mahasiswa yang menerima UKT golongan 0.
Disampaikan Maulana, Iuran Pengembangan Institusi (IPI) berdasarkan Pasal 1 ayat (6) Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 adalah biaya yang dikenakan kepada Mahasiswa sebagai kontribusi untuk pengembangan perguruan tinggi. Jalur yang dikenakan IPI ini ada di dalam Pasal 27 ayat (1) Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 yaitu melalui seleksi mandiri oleh PTN, diterima melalui jalur kelas internasional, melalui jalur kerja sarna, dan lain-lain.
Berdasarkan informasi dari laman resmi UM UGM, IPI akan dikenakan kepada seluruh mahasiswa baru jalur seleksi mandiri. Bahkan, tidak hanya mahasiswa baru jalur UM UGM CBT, tetapi juga mahasiswa jalur Penelusuran Bibit Unggul (PBU).
"Jelas (IPI memberatkan) karena dengan penerapan IPI ke semua golongan kecuali golongan 0 itu tentu akan mengecilkan kuota daripada mahasiswa yang itu tidak mampu atau golongan menengah ke bawah," ucap Maulana ditemui di UGM, Selasa (27/5/2024).
Bahkan, kebijakan itu membuat sejumlah calon mahasiswa batal untuk mendaftar ke UGM.
Baca Juga:UGM Bakal Tinjau Ulang Kerjasama Jasa Pinjol untuk Bayar UKT Mahasiswa
"Itu sangat-sangat merugikan bagi calon mahasiswa. Bahkan sudah banyak yang mahasiswa yang pada awalnya ingin mendaftar di kampus kerakyatan ini (UGM) akhirnya mengundurkan diri untuk mendaftar," terangnya.
Apalagi, diungkapkan Maulan, jalur mandiri memiliki kuota penerimaan paling besar dibandingkan lainnya yakni 40 persen. Dikhawatirkan itu menjadi peluang bagi kampus untuk mengeruk uang sebanyak-banyaknya dari mahasiswa.
![Suasana aksi kemah mahasiswa di halaman Gedung Balairung UGM, Selasa (28/5/2024). [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/05/28/30486-mahasiswa-ugm-kemah-di-depan-gedung-balairung.jpg)
"Semuanya harus tahu bahwa jalur mandiri itu kuotanya sebanyak 40% penerimaan dan itu kuota terbesar daripada jalur-jalur lainnya. Tentu itu akan menjadi lahan basah bagi kampus untuk mencari mengeruk uang sebanyak-banyaknya dari mahasiswa," ungkapnya.
Pihaknya menyoroti kurangnya pelibatan mahasiswa dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan UKT dapat menyulitkan terciptanya kebijakan yang adil dan berkelanjutan. Hal yang sama berlaku untuk Iuran Pengembangan Institusi (IPI).
Meskipun tujuannya untuk mendukung pengembangan institusi, kurangnya transparansi dan partisipasi mahasiswa dalam penetapan dan penggunaan dana IPI dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan ketidakpuasan.
Dalam konteks ini, penting bagi UGM untuk meningkatkan transparansi dalam proses penetapan UKT dan IPI. Memberikan informasi yang jelas dan terbuka kepada mahasiswa dan masyarakat tentang alasan di balik peningkatan biaya pendidikan, serta memperkuat mekanisme partisipasi mahasiswa dalam pengambilan keputusan