SuaraJogja.id - Persoalan sampah dalam waktu belakangan jadi masalah pelik hampir di semua daerah termasuk diantaranya di Kota Yogyakarta. Pertumbuhan penduduk, aktivitas pariwisata hingga lahan yang terbatas menjadi satu dari sekian faktor yang mengakibatkan masalah sampah di Kota Gudeg urung teratasi secara optimal.
Meski begitu, sisi positifnya, persoalan sampah yang pelik itu justru memicu warga Kota Yogyakarta untuk bergerak secara mandiri menyelesaikannya dari hulu. Hal itu setidaknya bisa dilihat dari kelompok masyarakat di Gang Sawo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kemantren Jetis. Melalui Magot Ndalem Sawo yang dikelola warga, sampah organik dari rumah tangga mampu disulap menjadi bahan bernilai ekonomis tinggi.
Sekilas ketika dilihat hanya tampak seperti rumah pada umumnya dengan halaman yang cukup luas dan banyak pepohonan. Namun ternyata tempat itu punya kontribusi cukup besar terkait persoalan sampah di Kota Yogyakarta. Bagaimana tidak, Magot Ndalem Sawo ini, pada puncaknya mampu mengolah sebanyak 500 kg sampah organik secara mandiri setiap hari.
Pengelola Maggot Ndalem Sawo Satrio Dimas Herlambang menceritakan bahwa ide pengelolaan sampah dengan budidaya magot ini berawal pada 2022-2023 lalu.
Baca Juga:Tak Belajar dari TPU Mandala Krida, Sampah Liar di Jetis jadi Sorotan, Forpi Jogja Minta DLH Tegas
![Lokasi pengolahan sampah yang terintegrasi dengan budidaya maggot di Maggot Ndalem Sawo, di Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta. [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/12/13/91480-lokasi-maggot-ndalem-sawo.jpg)
Satrio mengungkapkan tim penggerak lingkungan bernama Maggot Ndalem Sawo yang dikelolanya bersama warga Kampung Cokrodiningrat, Kota Jogja bermula ketika ia melakukan KKN di wilayah tersebut. Ketika itu ia mendapati adanya rumah kosong yang dijadikan tempat pembuangan sampah.
"Dulu ini rumah kosong, terbengkalai sudah lama, lalu banyak dibuangi sampah dan tumbuh banyak ilalang. Lalu dari situ dimulai membersihkan, kemudian menggunakan metode composting, selain dibuang, lalu dapat disulap menjadi kebun," ungkap Satrio saat ditemui Suarajogja beberapa waktu lalu.
Dari mulanya sampah dikelola sebagai kompos, di kemudian hari upaya pengelolaan sampah yang lebih sistematis berkembang untuk budidaya maggot. Hal itu seiring juga ketika Jogja mengalami kondisi darurat sampah pascaditutupnya TPST Piyungan.
"Itu tahun 2023 kami kemudian bersama Pak Agung di rumah kosong yang kemudian dinamai Maggot Ndalem Sawo. Dimana tempat itu disulap untuk pengelolaan sampah, berkembang mengelola sampah dari sekadar kompos kemudian budidaya maggot," terangnya.
Untuk membudidayakan maggot itu, ia dan tim melakukan edukasi kepada warga sekitar agar membuang sampah organik ke tempat pengelolaan sampah yang dikelolanya.
Baca Juga:Polemik ITF Bawuran: DPRD vs Bupati, Nasib Sampah Bantul Terkatung-katung
Mulanya agak kesulitan untuk menggiring warga di Cokrodiningratan agar memilah sampah organik lalu dikirim ke Maggot Ndalem Sawo. Tapi melalui edukasi selama satu bulan, kesadaran warga mulai timbul.