Dikukuhkan Jadi Guru Besar Bidang Filsafat Pendidikan, Siti Murtiningsih Soroti Pendidikan di Era Kecerdasan Buatan

Dalam pidato ilmiahnya, perempuan yang akrab disapa Murti itu, mengawali pembahasan dengan refleksi tentang fiksi ilmiah yang kini menjadi kenyataan.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 20 Februari 2025 | 12:23 WIB
Dikukuhkan Jadi Guru Besar Bidang Filsafat Pendidikan, Siti Murtiningsih Soroti Pendidikan di Era Kecerdasan Buatan
Dekan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) Siti Murtiningsih saat memberikan pidato ilmiah pengukuhan guru besar di Balai Senat Gedung Pusat UGM, Kamis (20/2/2025). [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]

"Inklusivitas dapat dimulai dengan menghentikan proses sistem pendidikan kapitalistik yang hanya mengkomodifikasi pengetahuan dan menjadikan siswa hanya sebagai konsumen konten digital tanpa menjadikannya sebagai alat untuk membebaskan peserta didik," tegasnya.

Murti menutup pidatonya dengan visi yang jelas tentang masa depan pendidikan. Terlebih dalam keterlibatan mesin dalam proses pendidikan.

"Bentuk-bentuk keterlibatan seperti apa yang etis dan tepat secara politis? Pertanyaan ini akan menjadi tantangan dunia pendidikan ke depan. Model pedagogi kritis Freirean di antaranya telah memberikan jawaban bahwa keterlibatan mesin dalam proses pendidikan adalah sebagai kolaborator manusia dalam menumbuhkan harapan dan kesadaran kritis melalui basis data empiris yang memadai," ujarnya.

Menurutnya mendidik manusia bersama mesin menekankan dua hal penting. Pertama bahwa subjek utama pendidikan itu adalah manusia dan kedua bahwa entitas non-manusia seperti mesin dapat dilibatkan dalam proses pendidikan. 

Baca Juga:Waspada, Kanker Baru di Indonesia Hampir 410 Ribu Kasus, Lebih dari Separuhnya Meninggal

"Dua hal tersebut membuka ruang-ruang eksplorasi baru tentang relasi manusia-nonmanusia. Dengan demikian, cakupan filsafat pendidikan di era mesin kecerdasan buatan ini bukan hanya soal apa tujuan pendidikan dan bagaimana seharusnya proses pendidikan dijalankan, melainkan juga soal relasi epistemik dan etis antara manusia dan agen non-manusia. Itulah masa depan filsafat pendidikan," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak