SuaraJogja.id - Ribuan massa dari Forum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) DIY dan masyarakat kembali melakukan aksi unjukrasa. Kali ini mereka menyikapi seruan dari Tagar Indonesia Gelap atau #IndonesiaGelap dengan berunjukrasa dari parkir Abu Bakar Ali menuju Titik Nol Km, Kamis (20/2/2025).
Massa yang berkumpul sekitar pukul 11.00 WIB mengenakan pakaian serba hitam. Mereka membawa berbagai spanduk tuntutan dan seruan akan kondisi bangsa Indonesia saat ini.
Aksi ini digelar untuk menyikapi sejumlah kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang dianggap menyengsarakan rakyat. Sebut saja program efisiensi anggaran yang digulirkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025 yang berdampak ke berbagai sektor seperti pendidikan hingga program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai tak efektif.
Koordinator Lapangan aksi Indonesia Gelap, Derian di sela aksi mengungkapkan, mereka mempertanyakan kebijakan efisiensi anggaran yang mencapai lebih dari Rp750 Triliun. Jumlah tersebut bukan anggaran yang kecil bagi keberlangsungan bangsa ini.
Baca Juga:Viral Eks Teras Malioboro 2 Penuh Tumpukan Sampah, Begini Klarifikasi Pemda DIY
"Kami ingin menolak Inpres yang memangkas anggaran pendidikan. Sampai saat ini, kami tidak tahu ke mana anggaran yang dipotong itu akan dialokasikan. Tidak ada penjelasan dari Presiden mengenai hal ini," paparnya.
Hal senada disampaikan perwakilan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Jogja, Mustafa yang menyatakan, massa mengusung slogan Indonesia Gelap sebagai simbol kritik terhadap pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Gelapnya Indonesia mencerminkan matinya nurani para penguasa yang tidak mendengarkan aspirasi masyarakat.
"Indonesia Gelap bagi kami berarti matinya nurani penguasa yang tidak menghiraukan tuntutan rakyat. Aksi ini bukan hanya terjadi di Jogja, tetapi juga serentak di berbagai daerah di Indonesia," jelasnya.
Dicontohkan Mustafa, efisiensi anggaran Prabowo akhirnya berdampak pada pemangkasan anggaran pendidikan. Presiden disebut lebih memprioritaskan program MBG dibandingkan pendidikan anak-anak bangsa.
"Kami khawatir efisiensi anggaran ini akan terus meningkat dan berdampak pada semakin terbatasnya akses pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat," tandasnya.
Baca Juga:Dukung Peningkatan Layanan Kesehatan, Menko PMK Resmikan Fasad RSA UGM
Sementara Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Aditya Surya Dharma, mengungkapkan, untuk mengamankan aksi unjukrasa kali ini, Polresta menurunkan sekitar 400-an personel. Aparat keamanan juga mengawal aksi mulai dari titik kumpul, sepanjang perjalanan, hingga lokasi akhir di Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
"Hari ini, kami dari Polresta Yogyakarta dibantu oleh Polda DIY melakukan pengamanan terhadap aksi yang dilakukan oleh teman-teman mahasiswa," jelasnya.
Agar tidak terjadi kemacetan, lanjut Aditya, Polresta juga mengatur lalu lintas dan melakukan rekayasa arus. Rekayasa lalu lintas juga dilakukan melalui pengalihan arus kendaraan yang biasanya melewati Malioboro menjadi ke arah Jalan Pasar Kembang.
"Akses ke jalur-jalur kecil (sirip-sirip jalan-red) di sekitar Malioboro juga akan ditutup sementara hingga massa aksi mencapai Titik Nol Kilometer. Setelah itu, akses dibuka kembali secara bertahap," imbuhnya.
Gaung Indonesia Gelap di Dunia Maya
Sementara itu selain aksi turun ke jalan, tagar Indonesia Gelap telah lebih dulu membanjiri dunia maya terutama di media sosial. Tagar tersebut bahkan menempati trending di media sosial X.
Merespon hal itu, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid saat ditemui di sela kegiatan di UGM menyatakan tak mempermasalahkan. Ia menilai itu adalah bagian dari aspirasi masyarakat.
"Kalau dari kami dari kementerian komunikasi, kita menghargai kebebasan berpendapat [masyarakat]," paparnya.
Dirinya pun tak mempersoalkan aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui tagar-tagar di sosmed. Hal itu sah-sah saja dilakukan selama dilakukan secara positif.
Apalagi penyampaian aspirasi masyarakat bisa dilakukan dalam cara apapun. Rakyat bebas mengungkapkan apapun selama tidak melanggar aturan.
"Monggo saja selama itu dianggap positif, itu adalah hak dari masyarakat untuk kemudian berekspresi," tandasnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi