SuaraJogja.id - Sebagai pendiri komunitas Perempuan Tattoo Indonesia (PTI), sosok Agustin Yustina tentu tidak jauh-jauh dari seni menghias tubuh tersebut. Selain kedua lengan, perempuan yang akrab disapa Agustin itu juga memiliki tato di kedua kaki, dada, hingga punggung.
Namun, Perempuan Tattoo Indonesia bukan melulu fokus ke tato. Saat mendirikan komunitas ini, tujuan Agustin adalah memberikan wadah bagi perempuan agar nyaman dalam memamerkan tato di tubuhnya. Selain itu, Agustin ingin mendobrak stigma soal tato pada perempuan.
Berangkat dari sana, Agustin lantas membuat Omah Kreatif yang merupakan tempat pendidikan alternatif bagi anak-anak. Ibu dari empat anak ini juga sering melakukan aksi sosial seperti donasi hingga membuat dapur umum.
Aksi nyata merupakan cara Agustin untuk menghadapi dan mematahkan stigma buruk soal tato. Meski opini buruk soal tato akan terus selalu ada, Agustin memilih untuk membuktikan sebaliknya.
Baca Juga:Cilik tapi Berani! KetjilBergerak Warnai Jogja dengan Seni dan Berbagi
Agustin Yustina sendiri ternyata belum lama berkecimpung dalam dunia tato. Dia bukan artis tato, bukan pula seseorang yang bisa membuat tato. Namun, Agustin adalah pecinta seni tato.
"Saya pertama membuat tato ketika anak saya TK, sekitar 6 tahunan lalu," ujar Agustin saat ditemui Suarajogja.id di rumahnya, wilayah Mergangsan, Yogyakarta, Kamis (10/9/2020) kemarin.
Tato di tubuh Agustin juga tidak sembarangan. Meski ada berbagai macam tato, termasuk tato logo PTI, Agustin ternyata paling suka tato tokoh Patrick dari serial kartun Spongebob Squarepants.
Belajar memanusiakan manusia dari Patrick
Ketika ditanya apa alasannya memilih tato Patrick sebagai tato paling berkesan, ternyata Agustin punya jawaban tak terduga. Jawaban tersebut juga sejalan dengan misinya dalam mematahkan stigma buruk soal tato di masyarakat.
Baca Juga:Dulu Kumuh, Komunitas Bendhung Lepen Ubah Selokan Mrican Jadi Objek Wisata
Tato Patrick milik Agustin tersebar di paha kiri. Meski tokoh Patrick sering dianggap bodoh, Agustin menyebut bahwa ada banyak filosofi yang dia pelajari dari bintang laut ternama tersebut.
"Siapa, sih, yang nggak kenal Patrick. Patrick itu antitesisnya Spongebob. Patrick itu gambaran manusia menurut aku yang sesungguhnya," jelas Agustin sambil memamerkan tatonya.
"Dia tidak melihat orang itu baik, buruk, pinter, bodoh. Dalam pikiran dia itu, adalah bagaimana dia memanusiakan manusia. Itu yang sering kita lupakan."
Seperti kebanyakan orang, tentu Agustin ingin menyebut dirinya sebagai seseorang yang baik. Label 'manusia baik' masih dipandang sebagai sesuatu yang penting.
"Tapi menurut aku, Patrick tidak. Patrick tidak butuh pelabelan apapun, tidak butuh moralitas yang berlebihan."
Selain tato Patrick, Agustin juga menato sosok Tan Malaka. Hal ini dilakukan karena Agustin belajar banyak hal dari sosok guru dan filsuf Indonesia tersebut.
Deretan tato di tubuh Agustin juga tidak bisa dinilai dengan uang. Meski proses menato tubuh dikenal sebagai sesuatu yang rumit dan tidak murah, Agustin ternyata pernah mendapat tato gratis.
Tato Tan Malaka tersebut adalah salah satunya. Saat itu, Agustin ditawari oleh artis tato asal Jakarta bernama Angki. Setelah memenangkan lomba, Angki ingin menato Agustin sebagai hadiah. Jadilah tato Tan Malaka di lengan kiri bawah Agustin tersebut.
"Kebetulan mereka semua memiliki harga tinggi, tapi saya tidak pernah mendapat harga standar mereka, jadi tidak bisa diukur dari mana yang paling mahal," kata Agustin soal tato-tatonya.
Makna tato dari mereka yang tidak bertato
Selain Agustin, Suarajogja.id juga berkesempatan mewawancarai Flo Putri Arum atau yang akrab disapa Flo. Beda dengan Agustin, admin dari komunitas PTI ini sama sekali tidak bertato.
Flo mengenal komunitas Perempuan Tattoo Indonesia setahun setelah Agustin mendirikannya. Saat itu, Flo lebih sering bergabung di Omah Kreatif sebagai seorang ibu muda.
"Kenal PTI dari Mbak Agustin, awalnya saya kira Mbak Agustin, ya, cuma, 'Oh, orang yang bertato'. Tapi saya nggak tahu kalau Mbak Agustin punya komunitas PTI ini."
Setelah kenal dan sering membantu, Flo pun turut bergabung dalam Perempuan Tattoo Indonesia. Kadang, orang-orang pun membicarakan dia dan menyebut dirinya terlalu banyak main dengan orang bertato.
"Mereka nggak tahu kalau saya juga ada kegiatan juga di Perempuan Tattoo Indonesia. Ya, udah. Nggak usah digubris," kata Flo soal stigma berteman dengan orang bertato.
Menurut Flo, masyarakat masih terlalu cepat dan mudah menilai seseorang yang bertato. Padahal, lewat PTI, Flo juga mendapat manfaat positif.
"Kalau saya pribadi, perempuan atau laki-laki yang bertato itu tergantung orangnya. Contohnya PTI sendiri, dia berkegiatan, dia langsung turun untuk membuat contoh nyata bahwa tato bukan kriminal yang sering masyarakat dengar."
Flo juga menyebut tato sebagai bentuk seni yang berbeda dengan seni lainnya lantaran langsung dibuat di kulit dan ada untuk seumur hidup. Namun uniknya, meski tergabung dalam PTI, Flo sama sekali belum berniat untuk membuat tato.
"Saya pribadi nggak dulu (bikin tato) untuk saat ini. Karena saya ingin membuat orang (paham), kalau orang bertato dan tidak bertato tetap bisa bersanding," ujar Flo seputar kedekatannya dengan Agustin.
Dengan menunjukkan dirinya yang tidak bertato tapi bergabung dengan komunitas tato, Flo berharap dapat membantu mendobrak stigma yang ada di masyarakat.
"(Orang bertato dan tidak bertato) tetap bisa hidup normal tanpa sikut-sikutan atau nggak ada yang namanya kalau kata orang Jawa, 'Kowe tatonan, kowe ojo neng jejerku' (Kamu tatoan, kamu jangan duduk di sampingku-red),” tutup Flo soal stigma yang ingin dipatahkannya bersama Perempuan Tattoo Indonesia.