SuaraJogja.id - Aliansi Buruh Jogjakarta (Burjo) angkat suara terkait kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2021 yang hanya sebesar 3,54 persen atau sekitar Rp1.756.000. Mereka menilai pemerintah hingga saat ini tak mampu merawat dan tak berpihak pada pekerja.
Penetapan kenaikan UMP 2021 tersebut sesuai dengan Keputusan Gubernur DIY nomor 319/KEP/2020. Kenaikan UMP tersebut ditandatangani langsung oleh Gubernur DIY pada Sabtu (31/10/2020).
"Ditetapkannya UMP ini jelas jauh dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Ini menunjukkan keberpihakan dan kemampuan Pemda dalam merawat pekerja di DIY," kata Koordinator Aliansi Burjo, Faisal Makruf melalui keterangannya yang diterima wartawan, Sabtu.
Dalam penetapan tersebut, Pemda juga mempertimbangkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan DIY. Hasil rekomendasi itu telah dilakukan kajian bersama unsur pemerintah, pekerja dan buruh serta unsur pengusaha.
Baca Juga:DIY Tambah 82 Kasus Baru, 64 Siswa di Bantul Positif COVID-19
Seluruhnya dikaji menyesuaikan dengan situasi covid-19 untuk menjaga stabilitas ekonomi dan menciptakan suasana hubungan industrial.
Kenaikan sendiri merupakan kesepakatan berdasar kenaikan upah minimum sebesar 3,33 persen dari tenaga ahli menggunakan data BPS serta permintaan unsur pekerja untuk menaikkan upah minimum sebesar 4 persen.
Angka kenaikan upah minimum yang diharapkan pekerja sebesar 4 persen dinilai belum sepenuhnya baik untuk pekerja, bahkan hal itu tak manusiawi.
"Maka dari itu, Pemda harus bertanggung jawab atas upah minimum yang tidak manusiawi ini. Mereka harus mencari solusi agar kelas pekerja tidak terus ditindas," tambah Faisal.
Hingga kini, Aliansi Burjo menilai bahwa kebutuhan hidup pekerja belum sepenuhnya layak. Hal itu terlihat upah minimum tahun 2020 yang tak mampu memberikan jaminan hidup yang baik.
Baca Juga:Menaker Tak Naikkan UM 2021, KSPSI DIY: Pemerintah Khianati Sila Kelima
Dengan demikian pihaknya berharap pemda bisa mengambil sikap dengan kenaikan UMP 2021 yang belum menyentuh KHL para pekerja.