SuaraJogja.id - Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi sekaligus bahasa persatuan Republik Indonesia. Sejarah bahasa Indonesia hingga dijadikan sebagai bahasa nasional Republik Indonesia terbilang cukup panjang.
Dalam sejarah bahasa Indonesia, yang terbentuk dari hasil interaksi antar sesama manusia pada suatu daerah atau wilayah. Bermula sejak beratus-ratus tahun yang lalu, dan mengalami perkembangan yang signifikan hingga sekarang.
Melansir dari karya ilmiah milik I Gusti Ngurah Ketut Putrayasa yang diunggah di laman unud.ac.id, dijelaskan bahwa Bahasa Indonesia merupakan sebuah variasi dari bahasa Melayu. Dalam hal ini, yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau.
Jika ditelisik, bahasa Melayu sudah dipakai oleh orang-orang dari Kerajaan Sriwijaya pada sekitar abad ke-7 masehi. Hal itu dibuktikan dengan adanya prasasti yang ditemukan di daerah Sumatera yang bertuliskan huruf pranagari berbahasa Melayu Kuna.
Baca Juga:Sejarah Bulu Tangkis Hingga Masuk, Tersebar dan Terkenal di Indonesia
Pada saat itu, bahasa Melayu masih bercampur dengan Bahasa Sansekerta. Selanjutnya, di daerah Jawa Tengah juga ditemukan tulisan berbahasa Melayu yang tertulis di keping tembaga Laguna di dekat Manila, Pulau Luzon. Dan diperkirakan sudah ada sejak abad ke-10.
Lalu pemakaian Bahasa Melayu pada abad ke-15 menjadi tersebar pesat saat orang-orang yang berada di lingkungan Kesultanan Malaka memakainya, dan mereka bertemu dengan beberapa orang yang berasal dari daerah lain. Karena pada saat itu, Malaka merupakan tempat bertemunya para nelayan dari berbagai negara.
Setelah itu, sekitar tahun 1801, Ch. A. van Ophuijsen yang dibantu oleh Moehammad Taib Soetan Ibrahim dan Nawawi Soetan Ma’moer, Menyusun sebuah kitab Logat Melayu yang berisi ejaan resmi bahasa melayu. Tujuannya untuk mempermudah penggunaan Bahasa Melayu.
Hingga, pada abad ke-20 pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, Sarjana Belanda mulai membuat standarisasi bahasa, mereka mulai menyebarkan bahasa Melayu yang mengadopsi ejaan Van Ophusijen dari Kitab Logat Melayu.
Dan pada akhirnya, pada tanggal 28 Oktober 1928, Muhammad Yamin mengusulkan Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional dalam Kongres Nasional kedua. Yang kemudia menghasilkan sumpah pemuda, serta menjadikan Bahasa Nasional, yaitu Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan.
Baca Juga:Sejarah Bola Basket, Ditemukan Guru Pendidikan Jasmani
Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia
1. Ejaan Republik
Ejaan Republik merupakan basil penyederhanaan Ejaan van Ophuysen. Ejaan Republik mulai berlaku pada 19 Maret 1947. Beberapa perbedaan yang tampak dalam Ejaan Republik dengan Ejaan van Ophusyen dapat diperhatikan dalam uraian di bawah ini:
a. Gabungan huruf oe dalam ejaan van Ophusyen digantikan dengan u dalam
Ejaan Republik.
b. Bunyi hamzah (‘) dalam Ejaan van Ophusyen diganti dengan k dalam Ejaan
Republik.
c. Kata ulang boleh ditandai dengan angka dua dalam Ejaan Republik.
d. Huruf e taling dan e pepet dalam Ejaan Republik tidak dibedakan.
e. Tanda trema (‘) dalam Ejaan van Ophusyen dihilangkan dalam Ejaan
Republik
2. Ejaan Pembaharuan
Merupakan suatu ejaan untuk memperbaharui Ejaan Republik, yang disusun oleh Panita Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia. Adapun perubahannya adalah:
a. Gabungan konsonan dj diubah menjadi j
b. Gabungan konsonan tj diubah menjadi ts
c. Gabungan konsonan ng diubah menjadi
d. Gabungan konsonan nj diubah menjadi
e. Gabungan konsonan sj diubah menjadi š
f. Kecuali itu, gabungan vokal ai, au, dan oi, atau yang lazim disebut diftong ditulis berdasarkan pelafalannya yaitu menjadi ay, aw, dan oy.
3. Ejaan Melindo
Merupakan hasil perumusan ejaan Melayu dan Indonesia pada tahun 1959. Adapun hal berbeda dari perumusan ini ini adalah gabungan konsonan tj, seperti pada kata tjinta, diganti dengan c menjadi cinta, juga gabungan konsonan nj seperti njonja, diganti dengan huruf Nc, yang sama sekali masih baru. Dalam Ejaan Pembaharuan kedua gabungan konsonan itu diganti dengan ts dan n.
4. Ejaan Baru (Ejaan LBK)
Merupakan kelanjutan dari perubahan Ejaan Melindo. Adapun hasi perumusan ini adalah:
a. Gabungan konsonan dj diubah menjadi j
b. Gabungan konsonan tk diubah menjadi j
c. Gabungan konsonan nj diubah menjadi ny
d. Gabungan konsonan sj diubah menjadi sy
e. Gabungan konsonan ch diubah menjadi kh
5. Ejaan yang Disempurnakan
Merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak Maret 1947.
Adapun hasilnya adalah:
a. Adanya perubahan huruf, seperti djika berubah menjadi jika
b. Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya
c. Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata Furqan, dan xenon
d. Penulisan di- sebagai awalan dibedakan dengan di- yang merupakan kata depan. Sebagai awalan, di- ditulis sering kali dengan unsur yang 11 menyertainya, sedangkan di- sebagai kata depan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya
e. Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan
6. Ejaaan Bahasa Indonesia (EBI)
Merupakan perubahan atas EYD yang didasari oleh Peraturan Menteri dan Kebudayaan Rl Nomor 50 Tahun 2015. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:
a. Penambahan huruf vokal diftong. Pada EYD, huruf diftong hanya tiga yaitu ai, au, dan oi, sedangkan pada EBI, huruf diftong ditambah satu, yaitu ei (misalnya pada kata geiser dan survei).
b. Penggunaan huruf kapital. Pada EYD tidak diatur bahwa huruf kapital digunakan untuk menulis unsur julukan, sedangkan dalam EBI, unsur julukan diatur dan ditulis dengan awal huruf kapital.
c. Penggunaan huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf tebal ada tiga, yaitu menuliskan judul buku, bab, dan semacamnya, mengkhususkan huruf, serta menulis lema atau sublema dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ketiga dihapus.
Demikianlah sejarah bahasa Indonesia sejak zaman kerajaan hingga sekarang.
Kontributor : Agung Kurniawan