Namun kadang memang diakui ada sejumlah pemilik usaha yang tidak terlalu paham terkait dengan perizinan itu. Sehingga diperlukan sosialisasi lebih mengenai pendirian baliho tersebut.
"Kalau dari sisi jumlah yang tidak berizin itu mayoritas malah yang punyanya papan reklame usaha itu. Itu kan secara aturan memang harus berizin cuma mereka kalau tidak kita sosialisasikan itu tidak tahu kalau masang reklame itu harus ada izinnya," tuturnya.
Berbeda dengan biro-biro iklan yang sudah lebih paham terkait dengan izin pendirian baliho tersebut. Walaupun dari sisi rekomendasi juga tetap akan membutuhkan waktu lebih.
"Kalau yang punya biro-biro iklan itu justru mereka tahu kalau ada izinnya. Cuma karena itu tadi terkendala rekomendasi dari jalannya lama sehingga dia masang dulu sebelum ada izinnya," tambahnya.
Baca Juga:Buntut Baliho Ambruk di Concat, Pemkab Tambah Personel Pengawas
Tidak Ada Baliho Berizin yang Ambruk
Perizinan pendirian baliho tidak bisa dianggap sepele. Selain sebagai kewajiban melaksanakan aturan dari Perbup yang berlaku tapi juga dari sisi keamanan sendiri.
Pasalnya, saat perizinan itu dilakukan secara resmi maka jajaran dinas terkait dalam hal ini DPUPKP akan turut melakukan pengawasan konstruksi pada saat pembangunan. Berbeda jika perizinan itu diabaikan, maka segala aturan atau ketentuan konstruksi pun juga tidak akan terpantau.
Hal itu kemudian berpotensi menyebabkan terjadinya baliho yang ambruk akibat nihilnya pengawasan dari sisi konstruksi.
Dalam kesempatan ini, Faisal memastikan bahwa selama kurang lebih empat tahun ia bertugas belum ada peristiwa ambruknya reklame yang sudah berizin. Seluruh kejadian baliho ambruk itu dipastikan dari mereka yang mengabaikan izin.
Baca Juga:Baliho Ambruk di Simpang Empat Gejayan, Lalu Lintas Terganggu
"Sepengetahuan saya, saya di sini sekitar 4 tahun, itu baliho ambruk selama itu belum lebih dari lima paling hanya dua. Tapi ya memang saru kalau sampai ambruk itu, mengganggu dan membahayakan terutama," ungkapnya.
![Kepala Seksi Bangunan Gedung DPMPTSP Sleman Faisal Rahadian. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/02/09/27631-kepala-seksi-bangunan-gedung-dpmptsp-sleman-faisal-rahadian.jpg)
Diungkapkan bahwa saat perizinan masih di DPMPTSP, salah satu persyaratan pendirian baliho adalah perhitungan konstruksi. Perhitungan itu dihitung oleh pemohon dan kemudian mereka juga membuat pernyataan agar bertanggungjawab terhadap kekuatan struktur dan sebagainya.
Diakui Faisal, memang jawatannya tidak memiliki data pasti terkait dengan baliho ilegal alias tidak berizin yang roboh. Namun ia kembali menegaskan belum ada kasus baliho berizin yang pernah roboh di wilayahnya.
"Kalau saya bisa meyakinkan bahwa yang berizin itu belum pernah ada yang roboh. Kalau yang sudah berizin kami bisa menjamin," tegasnya.
"Tapi kalau statistik itu mungkin nggak lebih dari lima yang baliho pernah roboh itu. Kewenangan kita itu, tupoksi kami adalah memberikan izin waktu itu sebelum ini. Jadi tidak kami tidak ada ketugasan untuk pengawasan. Jadi ya ketugasan pengawasan ada di PU," sambungnya.
Ia menilai proses perizinan teknis yang kemudian sekarang dipindahkan ke DPUPKP membuat sinkronisasi lebih baik. Sebab dari sisi pengawasan dan perizinan akhirnya juga dilakukan di satu dinas. Diharapkan dengan aturan yang baru setelah semua di DPUPKP pendirian reklame bisa lebih terkontrol.