SuaraJogja.id - Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arya Budi menilai ada potensi perpecahan di kubu Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus jelang Pilkada 2024 mendatang. Hal ini menyusul Putusan Mahkamah Konsitusi (MK) Nomor 60 tentang syarat ambang batas pencalonan kepala daerah dari jalur partai politik.
"Sebenarnya Putusan MK mengguncang seluruh proses politik yang ada dari semua partai dan dugaan saya, beberapa partai di KIM juga sebenarnya tergoda untuk punya calon sendiri," kata Arya saat dihubungi SuaraJogja.id, Sabtu (24/8/2024).
Apalagi melihat syarat yang kemudian cukup mudah untuk dipenuhi sejumlah parpol meskipun tanpa harus berkoalisi. Goncangan itu akan mulai dirasakan makin kencang jelang pendaftaran pasangan calon beberapa hari ke depan.
"Jadi saya membaca bahwa Putusan 60 mengguncang proses politik, proses pencalonan kemarin, karena yang terjadi sebenarnya beberapa partai itu hanya menjadi pendukung atau pengusung ya," ujarnya.
Baca Juga:Inisiatif Ikut Aksi Kawal Putusan MK, Alam Ganjar: Saya Enggak Disuruh-suruh Orang Tua
Beberapa partai itu, Arya bilang tidak punya daya tawar politik cukup kuat. Terlebih parpol yang suaranya tidak terlalu tinggi di DPRD terkait baik di level provinsi atau kabupaten kota.
Tidak hanya partai dengan kursi parlemen kecil yang tergoda untuk mengusung calonnya sendiri. Partai besar pun disinyalir akan punya kepentingan untuk mempertahankan hak istimewa mereka.
"Melalui putusan MK, ada beberapa peluang politik dimana mereka bisa mengusung sendiri, bupati wali kota maupun gubernur wakil gubernurnya. Nah itu yang bisa saja mengubah skema dan partai besar punya kepentingan di DPR RI untuk mempertahankan previlege mereka melalui 20 persen atau 25 persen itu," tandasnya.
"Saya enggak tahu apakah konsolidasi di Koalisi Indonesia Maju cukup solid. Karena sebenarnya kan putusan MK menggiurkan partai-partai menengah ke bawah," tambahnya.
Ditambahkan Arya, potensi pecah kongsi di tubuh KIM Plus masih sangat terbuka. Termasuk di sejumlah daerah yang memang tidak menjadi sorotan atau spotlight dalam kontestasi mendatang.
Baca Juga:Prabowo Dipastikan Tak Hadiri Konsolnas PP Muhammadiyah di UNISA Yogyakarta
"Ada [potensi pecah]. Saya pikir di luar provinsi kunci pecah itu mereka, di luar provinsi yang menjadi spotlight, ini kan yang menjadi spotlight, Jabar, Jatim, Jateng dan DKI karena dia menjadi center of gravity perhatian publik nasional," terangnya.
"Nah di provinsi atau kabupaten kota yang cenderung dia pinggiran ya saya pikir ada beberapa perpecahan itu dan enggak harus menunggu MK, mereka juga bersebrangan kok di beberapa provinsi yang enggak terlalu signifikan," sambungnya.
Diketahui MK telah memutus dua perkara yakni yang pertama, syarat pencalonan kepala daerah dari jalur partai politik, terkait ambang batas (threshold) dalam Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024. Serta yang kedua, pemaknaan syarat usia pencalonan kepala daerah, yakni Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024.
KPU Ikuti Putusan MK
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyiapkan draf revisi Peraturan KPU atau PKPU nomor 8 tahun 2024 tentang syarat pencalonan kepala daerah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
Hal itu disampaikan Ketua KPU Mochammad Afifudin dalam menanggapi langkah DPR RI yang membatalkan pengesahan revisi UU Pilkada.
"KPU menyiapkan draf revisi PKPU pencalonan kepala daerah. KPU menegaskan draf tersebut mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Afif kepada wartawan, Kamis (22/8/2024).
DPR akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan rencana mengesahkan revisi Undang-Undang Pilkada. Dengan demikian, keputusan judicial review Mahkamah Konstitusi (MK) akan berlaku.