Cermati Kemunculan Pagar Laut di Tangerang, Ahli UGM: Tampak Tendensi Ingin Jadikan Daratan

Disampaikan Made, pihaknya sudah mencoba melakukan sejumlah analisis terkait pemasangan pagar laut itu. Termasuk menggunakan citra satelit dari waktu ke waktu.

Galih Priatmojo
Selasa, 21 Januari 2025 | 17:20 WIB
Cermati Kemunculan Pagar Laut di Tangerang, Ahli UGM: Tampak Tendensi Ingin Jadikan Daratan
Penampakan pagar laut yang berada di kawasan perairan Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (16/1/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraJogja.id - Ahli Aspek Geospasial Hukum Laut Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, I Made Andi Arsana, menilai ada tendensi cukup jelas untuk membuat laut menjadi daratan dalam kasus pemasangan pagar laut sepanjang 30 km di Pantai Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten.

"Bahwa ini adalah usaha menjadikan laut menjadi daratan saya rasa itu cukup jelas tendensi ke situ cukup jelas," kata Made saat dihubungi wartawan, Selasa (21/1/2025).

Made tak menampik agak sulit melihat kasus ini tanpa mengaitkan dengan faktor-faktor lain yang ada. Namun berdasarkan rumor yang beredar, ada desa yang kemudian mengajukan perubahan luas wilayah.

Sehingga ditempuhlah jalan dengan reklamasi di daerah lautan tersebut. Jika kemudian perubahan itu disetujui maka status ruang laut itu akan berubah menjadi daratan.

Baca Juga:Kantin Sekolah Gigit Jari saat Program Makan Bergizi Gratis Jalan, Pakar UGM: Momentum Naikkan Level

"Sehingga dengan itu kemudian usaha untuk menjadikan daratan secara fisik dan beneran itu menjadi legal. Kalau kita kaitkan benang merahnya memang nampak usaha yang sedang terjadi adalah usaha untuk menjadikan lautan menjadi daratan," ujarnya.

"Saya kira itu cukup clear itu yang bisa kita lihat, tapi apa motivasinya kenapa itu saya tidak punya banyak pengetahuan tentang itu," imbuhnya.

Disampaikan Made, pihaknya sudah mencoba melakukan sejumlah analisis terkait pemasangan pagar laut itu. Termasuk menggunakan citra satelit dari waktu ke waktu.

Tampak dari pengamatan itu, pagar laut itu sudah ada pada Juni 2024 yang panjangnya sekitar 7 km. Namun ketika mundur ke belakang pada April 2023 pagar laut itu belum nampak. 

"Juni 2024 memang ada 7 km, Juli ada tambahan 8 km ke arah barat, lalu setelah itu Agustus tambahan lagi 3 km, lalu September ada tambahan 7 km," ucapnya.

Baca Juga:Tanggapi Usulan DPD soal Zakat Subsidi Makan Bergizi, Pakar UGM: Bisa Saja Asal...

Analisis citra satelit kepada garis pantai yang dilakukan pun tak membenarkan pernyataan bahwa area laut itu sebelumnya merupakan daratan. 

"Memang kami belum melakukan itu secara detail sampai tahun 40an tapi mungkin untuk tahun 2000an tengah awal itu yang sudah kita lihat ternyata kawasan itu tidak pernah menjadi daratan, memang selalu lautan dari dulu," tegasnya.

Menurut Made, pemasangan pagar laut itu juga tak tepat jika digunakan sebagai reklamasi alami. Walaupun memang prosedur reklamasi alami tersebut ada dan bisa diterapkan.

"Prosedur itu memang ada tapi terus terang untuk konteks ini saya tidak melihat itu. Saya agak tidak bisa melihat tujuan itu karena pagar laut ini pagar yang relatif jarang-jarang, jarak antara pagar itu kan jarang ya. Sehingga dia sepertinya juga tidak bisa menahan [sedimen]. Tentu ini perlu dikaji lagi," tandasnya.

"Tapi bahwa prosedur seperti itu ada untuk sedimentasi alami itu iya bisa kita benarkan bahwa memang ada prosedur itu tapi penggunaan bambu segala macem itu yang perlu kita teliti," imbuhnya.

Hal senada turut disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono kemarin. Melalui temuan sertifikat bawah laut, dia bilang bahwa proses pemagaran tersebut memang bertujuan untuk mendangkal kedalaman laut.

"Artinya memang, ini kan dilakukan proses pemagaran itu tujuannya adalah agar tanahnya itu nanti naik. Semakin lama semakin naik. Jadi kalau ada ombak datang, begitu ombak surut dia ketahan, sedimentasinya ketahan. Boleh dibilang seperti reklamasi yang alami," kata Trenggono.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak