Malam 1 Suro Jumat Kliwon 2025: Tabrakan Dua Malam Sakral, Apa yang Harus Dihindari?

Diketahui energi negatif diyakini keluar dan memang membuat orang harus berhati-hati.

Muhammad Ilham Baktora
Kamis, 26 Juni 2025 | 20:19 WIB
Malam 1 Suro Jumat Kliwon 2025: Tabrakan Dua Malam Sakral, Apa yang Harus Dihindari?
Ilustrasi malam tahun baru Islam yakni satu suro yang bertepatan juga dengan Jumat Kliwon.

SuaraJogja.id - Sebuah persimpangan waktu yang unik dan sarat makna telah tiba saat ini.

Pada Kamis malam, yang jatuh pada tanggal 26 Juni 2025, kalender mencatat sebuah pertemuan langka: Malam Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 H, yang dalam tradisi dan penanggalan Jawa dikenal sebagai Malam 1 Suro, jatuh bertepatan dengan Malam Jumat Kliwon.

Pertemuan antara dua malam yang dianggap paling sakral dalam kosmologi Jawa ini bukanlah peristiwa tahunan. Siklus ini hanya terjadi setiap delapan tahun sekali dalam satu windu (periode 8 tahun dalam kalender Jawa).

Bagi masyarakat yang masih memegang teguh tradisi leluhur, momen ini dianggap memiliki getaran energi kosmik yang luar biasa kuat, di mana batas antara dunia nyata dan dunia gaib diyakini menipis.

Baca Juga:Peringati Malam 1 Suro, Ribuan Warga Mubeng Beteng Keraton Jogja

Malam 1 Suro sendiri adalah waktu untuk refleksi, introspeksi, dan laku prihatin sebuah momen untuk "membersihkan diri" menyambut tahun yang baru.

Sementara itu, Malam Jumat Kliwon sejak lama dipercaya sebagai puncaknya hari-hari mistis, saat para lelembut dan makhluk astral paling aktif berkeliaran.

Ketika keduanya menyatu, tingkat kesakralan dan energi mistisnya pun diyakini berlipat ganda.

Penting untuk digarisbawahi, semua yang tertulis di bawah ini merupakan bagian dari kepercayaan dan tradisi yang diwariskan turun-temurun, khususnya dalam masyarakat Jawa.

Ini bukanlah sebuah keharusan universal, melainkan sebuah kearifan lokal yang masih terus dilestarikan sebagai bagian dari kekayaan budaya Nusantara.

Baca Juga:Tonton Wayang Kulit Malam Satu Suro di Parangkusumo Bantul, Anies Baswedan: Saya Suka Bima dan Werkudoro

Lantas, apa saja pantangan yang sebaiknya dihindari selama malam sakral ini?

1. Dilarang Bepergian Jauh, Terutama Tanpa Tujuan Jelas

Ini adalah pantangan paling populer dan paling banyak ditaati. Kepercayaan yang mendasarinya adalah bahwa pada Malam 1 Suro Jumat Kliwon, gerbang gaib terbuka lebar.

Energi-energi yang tak kasat mata bebas berkeliaran. Bepergian tanpa tujuan yang penting, terutama di malam hari, dianggap "menantang" atau menempatkan diri pada risiko bertemu dengan energi negatif atau mengalami kesialan (apes).

Dianjurkan untuk tetap berada di rumah, mendekatkan diri dengan keluarga, dan melakukan perenungan.

2. Dilarang Menggelar Pesta, Hajatan, atau Pernikahan

Berbeda dengan perayaan tahun baru Masehi yang penuh gemerlap pesta dan kembang api, Tahun Baru Jawa justru disambut dengan keheningan.

Malam 1 Suro adalah malam prihatin, bukan malam untuk bersenang-senang.

Menggelar pesta, hajatan, atau bahkan pernikahan pada malam ini dianggap tidak menghormati kesakralan waktu dan bisa mengundang petaka.

Energi malam itu adalah untuk kontemplasi, bukan euforia.

3. Dilarang Berkata Kasar, Bergunjing, dan Berpikiran Kotor

Pada malam dengan getaran spiritual yang tinggi, setiap ucapan dan pikiran diyakini memiliki bobot yang lebih besar.

Seorang pemerhati budaya Jawa pernah berkata, "Ucapan adalah doa, apalagi di malam sakral seperti ini. Apa yang keluar dari mulut dan hati bisa menjadi kenyataan"

Oleh karena itu, menjaga lisan dari sumpah serapah, menjaga telinga dari gunjingan, dan menjaga hati dari pikiran negatif adalah sebuah keharusan. Ini adalah laku batin untuk menjaga kesucian diri saat memasuki tahun yang baru.

4. Dilarang Pindah Rumah atau Memulai Usaha Baru

Menurut perhitungan primbon Jawa, Malam 1 Suro dianggap sebagai hari yang "berat" dan "tenang", tidak cocok untuk memulai sesuatu yang bersifat jangka panjang seperti pindah rumah, membuka usaha, atau menandatangani kontrak penting.

Memulai sesuatu pada hari yang energinya difokuskan untuk introspeksi dan "berdiam diri" dipercaya akan membuat hal tersebut sulit berkembang atau penuh rintangan. Sebaiknya, tunggulah hari baik lainnya setelah melewati masa transisi tahun baru ini.

5. Dianjurkan Melakukan Laku Prihatin dan Introspeksi

Sebagai ganti dari larangan-larangan di atas, masyarakat justru dianjurkan untuk melakukan berbagai laku spiritual.

Beberapa di antaranya adalah tirakat (menahan hawa nafsu), lek-lekan (tidak tidur semalaman) sambil berdoa atau berzikir, atau melakukan tapa bisu (tidak berbicara) sambil berjalan mengelilingi tempat-tempat yang dianggap sakral seperti keraton atau petilasan.

Bagi masyarakat modern di perkotaan, laku ini bisa diwujudkan dalam bentuk yang lebih sederhana: mematikan gawai sejenak, meditasi, menulis jurnal refleksi, atau sekadar berdiam diri merenungi perjalanan hidup selama setahun ke belakang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak