Prihatin Pertanian Terdampak Tol, Mardi Berdayakan Warga Budidaya Magot

Wilayah Ketingan terdampak pembangunan tol Jogja-Solo hampir 90 persen.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Minggu, 13 Desember 2020 | 19:15 WIB
Prihatin Pertanian Terdampak Tol, Mardi Berdayakan Warga Budidaya Magot
Salah satu karyawan yang menunjukkan tempat produksi maggot di Dusun Ketingan, Desa Tirtoadi, Mlati, Sleman, Minggu (13/12/2020). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Potensi wilayah di Dusun Ketingan, Desa Tirtoadi, Mlati, Sleman masih didominasi pada bidang pertanian. Namun hal itu terpaksa harus berubah setelah rencana pembangunan jalan tol Jogja-Solo melumat sebagian besar lahan produktif tadi.

Tidak ingin tinggal diam melihat tetangga sekitarnya yang kehilangan lahan pertanian akibat dampak dari rencana pembangunan Jalan Tol Jogja-Solo di Sleman, Mardiharto (68) membuat sebuah ide yang tak biasa. Ia memilih budidaya maggot atau belatung agar bisa tetap membantu memberdayakan warga sekitar.

"Awalnya memang melihat dampak dari area persawahan di Ketingan yang ternyata kena hampir 90 persen. Itu otomatis membuat para peyani kehilangan mata pencahariannya, jadi saya coba tawarkan solusi lainnya," kata pria yang kerap disapa Mardi kepada awak media, Minggu (13/12/2020).

Selain dampak hilangnya lahan pertanian akibat tol, pemberdayaan itu juga dilakukan atas respon banyaknya warga yang terdampak pandemi Covid-19. Salah satunya yang terpaksa harus terkena phk secara sepihak dari tempatnya bekerja.

Baca Juga:TC di Sleman, 2 Pemain Timnas Indonesia U-16 Dapat Pujian dari Bima Sakti

Budi daya maggot itu tidak langsung dilakukan oleh Mardi, disebutkan awalnya adalah mengajak warga untuk ikut bertani dengan cara yang lebih modern atau dengan hidroponik. Di bawah lahan hidroponik itu diberikan kolam ikan sebagai tambahan produksi.

"Terus kita tambah lagi dengan membagikan polybag untuk menanam sayuran dan buah-buahan sebagai bentuk ketahanan pangan di tengah pandemi minimal bisa dikonsumsi sendiri," ucapnya.

Mardi menyebut bahwa semua itu dimulai sejak lima bulan lalu atau tepatnya akhir Juli lalu. Dari situ, kemudian baru terpikirkan lagi untuk membuat produksi pakan ikan sendiri sekaligus juga pupuk untuk tanaman-tanaman itu secara alami.

Akhirnya ide budi daya maggot alias belatung dari black soldier fly (BSF) atau lalat tentara hitam itu muncul. Bahkan ternyata maggot memiliki banyak keuntungan lain sekadar menjadi pakan alami hewan ternak.

"Maggot itu mesin pengolah limbah atau sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat atau pabrik-pabrik," ungkapnya.

Baca Juga:Sleman: Tak Disiplin Isolasi Mandiri, 1 Pasien COVID-19 Bisa Tulari 5 Orang

Diungkapkan Mardi, saat ini sekitar 90 ton sampah organik atau limbah sisa produksi berhasil dimanfaatkan dari budi daya maggot itu. Bahkan pihaknya juga telah bekerja sama dengan pabrik kulit dan pasar tradisional untuk memberikan sisa produksi atau sampah organiknya untuk diolah menjadi pakan maggot.

Setidaknya sekitar 1,5 ton limbah atau sisa produksi kulit kambing yang telah tidak terpakai dan buah di Pasar Tradisional Gamping dimanfaatkan setiap harinya untuk budi daya maggot tadi. Dan semua bahan atau limbah organik tadi didapatkan dengan tidak perlu membayar.

Warga Dusun Ketingan, Desa Tirtoadi, Mlati, Sleman, Mardiharto (68) yang mengembangkan budi daya maggot saat ditemui di rumahnya, Minggu (13/12/2020). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]
Warga Dusun Ketingan, Desa Tirtoadi, Mlati, Sleman, Mardiharto (68) yang mengembangkan budi daya maggot saat ditemui di rumahnya, Minggu (13/12/2020). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

"Sebetulnya sekarang ini kita punya konsep agar semua berkelanjutan. Dari maggot diproyeksikan bisa untuk pakan ayam, lele, nila dan hewan ternak lainnya. Setelah itu sisa uraian pakan maggot atau yang disebut casgot juga bisa digunakan untuk pupuk tanaman itu sangat bagus," terangnya.

Integrasi yang berkelanjutan itu tadi diharapkan setidaknya bisa mengurangi pembelian pakan bagi peternak yang selama ini masih sangat ketergantungan. Menurutnya kehadiran maggot bisa mengurangi pembelian pakan sekitar 40 persen.

Mardi mengaku sampai saat ini belum melaporkan atau memberitahukan lebih lanjut terkait budi daya maggot ini kepada pemerintah desa atau Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman. Artinya semua budi daya itu betul-betul dilakukan secara mandiri dengan bantuan warga lokal saja.

"Kita berjalan lewat kelompok yakni Desa Wisata Mandiri Pangan atau yang kami namakan Kelompok Dewi Mapan. Kita juga sudah ada konsep lanjutan untuk membuat pasar dengan hasil produk sendiri. Antara lain ikan segar, sayur segar hidroponik, telur bebek yang dijadikan telur asin, telur ayam dan ditambah casgot. Pokoknya produksi itu menciptakan paket yang mana itu bisa memberdayakan masyarakat untuk menambah penghasilan masyarakat," paparnya.

Disampaikan Mardi bahwa rancangan semua itu sudah ada. Sehingga memang proses bisnisnya bukan murni bisnis tetapi lebih kepada memberdayakan masyarakat.

"Saat ini karena ditambah pembangunan untuk perluasan tadi ada sekitar 25 orang yang terlibat. Sedangkan untuk maggot sendiri ada 10 orang. Pengembangan sendiri akan memerlukan 1,5 hektare," tuturnya.

Mardi menyampaikan budi daya maggot yang sudah berjalan itu telah mendapatkan banyak respon dari banyak Bumdes, komunitas ataupun perseorangan untuk melakukan studi banding. Kebetulan, kata Mardi, pihaknya telah mengadakan pelatihan hidroponik atau pengembangan maggot.

Lokasi budi daya maggot itu sendiri dipusatkan pada lahan tersendiri yang berjarak sekitar 400 meter dari rumahnya. Mardi meyakini bahwa nantinya budi daya maggot akan menjadi pertanian terpadu yang terintegrasi berkelanjutan dari hulu sampai hilir.

"Dan semua proses dari budi daya maggot bisa mendatangkan uang. Ini sebagai upaya juga mengajak petani tradisional menjadi petani modern untuk merespon keterbatasan atau hilangnya lahan pertanian produktif tadi," tegasnya.

Sementara itu, salah satu orang yang kebetulan tertarik untuk datang ke budi daya maggot di Dusun Ketingan tersebut, Reno, mengaku mengetahui adanya budi daya maggot ini dari temannya. Ia yang berprofesi sebagai penjual ikan ini tertarik mempelajari lebih lanjut budi daya maggot untuk mendukung bisnisnya.

"Tahu dari temen yang penjual ikan juga kalau di sini [Dusun Ketingan] ada budi daya maggot. Saya tertarik untuk bisa ikut belajar di sini, menurut saya ini peluang bisnis yang sangat baik untuk ditekuni," ucap pria asal Magelang tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak