SuaraJogja.id - Bukan Jogja namanya kalau enggak bikin orang kangen, apalagi suasananya pada malam hari di Malioboro, kawasan paling ikonik di kota pelajar ini.
Jalan-jalan di area pedestrian Malioboro kini pun kabarnya makin nyaman karena kendaraan bermotor yang melintas dibatasi.
Dengan begitu, pengunjung bisa menikmati napas Jogja sedikit lebih leluasa, tetapi jangan lupa ya, tetap jaga protokol kesehatan.
Bicara soal Malioboro, selain pelang nama jalannya -- sering dijadikan objek foto -- deretan lampu yang berbaris di tepi juga tak jarang menjadi magnet tersendiri.
Baca Juga:Niat Beli Apa yang Dibeli Apa, Ini Beda Cowok dan Cewek Belanja di Mal
Desainnya yang khas "Jogja banget" tampaknya tak pernah gagal mencuri pandangan mata wisatawan sampai menjadi salah satu ikon Malioboro, bahkan Jogja.
Buktinya, begitu mengetikkan kata kunci "lampu Jogja" di Google, pada bagian images langsung terpajang jajaran potret lampu bertiang hijau tua itu.
Ciri-ciri khas lampu Jogja, atau lentera Jogja ini, di antaranya, sudah pasti, berwarna hijau tua dari bawah sampai atas.
Namun, ada juga yang memiliki sentuhan warna kuning di bagian tengah tiang dan ukirannya.
Selain itu, biasanya tiang lampu bercabang tiga, yang masing-masing menopang lentera atau kap lampu di bagian atas.
Baca Juga:Sehat dan Lezat, Cobain 5 Rekomendasi Rumah Makan Vegetarian di Jogja Ini!
Pada setiap cabangnya pun terdapat ciri khas ikonik, yaitu ukiran bernuansa Jawa klasik nan "nyeni".
Karena cabangnya ada tiga, lenteranya pun juga berjumlah tiga. Di dalam setiap lentera berkaca bening itu, terkurung lampu yang menjadi sumber cahaya.
Di malam hari saat lampu dinyalakan, berpendar sinar kuning dari setiap lentera.
Atmosfer istimewa Jogja, yang kerap diromantisasi pelancong, seolah langsung mengerahkan daya magisnya.
Sulit untuk mengelak kalau Jogja memang punya banyak spot menarik -- makanya jadi kota pariwisata, terlepas dari kenangan manis para pendatang dengan gebetan, mantan, atau mantan gebetan di daerah berjulukan kota gudeg ini.
Namun kalau bisa ngobrol, kemungkinan si lampu-lampu antik Jogja tadi pun sudah bergibah.
Bagaimana tidak? Posisi barisan lampu lentera di kawasan vital Jogja itu menjadikan mereka saksi bisu pengalaman banyak orang, khususnya yang sempat melukis memori manis di sana dan berharap bisa mengulanginya.
Untungnya, mereka hanya saksi bisu, sehingga cukup menjadi penghangat suasana malam lakon cerita.
Meski begitu, jangan meremehkan lampu Jogja. Walaupun tak bisa bicara, katanya tersirat makna filosofis dari desainnya.
Yang pertama, desain umpak atau fondasi tiang lampu Jogja ini mencerminkan kekokohan, tak jauh dari fungsinya untuk memberi kekuatan sebagai konstruksi kaki tiang lampu.
Tak kalah penting, motif pada lampu Jogja, yang berbentuk ukiran daun melengkung berirama, juga menjadi simbol sifat ramah dan saling menghormati masyarakat Jogja.
Untuk mendukung kekuatan dari umpak, ada gelung atau cincin, yang menyambungkan tiang dan menjadi titik perubahan dari tiang berukuran besar pada bagian bawah ke yang lebih kecil.
Selain itu, ada juga yang dinamakan hasta, yakni lengan atau cabang tiang lampu Jogja. Fungsinya tak lain untuk menyangga kap lampu atau lentera Jogja.
Terakhir pada puncak klampu Jogja, terdapat mahkota. Desannya yang mewah dan elegan memancarkan kharisma penghangat malam di Jogja ini.
Begitulah kira-kira keistimewaan lampu-lampu antik Jogja. Tertarik untuk foto dengan mereka?