SuaraJogja.id - Sumanta (55) warga Padukuhan Gesikan IV, Kalurahan Wijirejo, Kapanewon Pandak, Kabupaten Bantul harus rela kehilangan kedua kakinya. Sebab, ia mengidap penyakit langka, di mana hanya ada dua orang di Indonesia dan dia salah satunya.
Ditemui SuaraJogja.id di rumahnya, Sumanta menceritakan bahwa dirinya divonis dokter mengidap penyakit penyumbatan pembuluh darah di antara perut dan pusar. Akibatnya, aliran darah dalam tubuhnya terhambat. Namun demikian, efek dari penyakit tersebut baru terasa pada 2016.
"Sebelum tahun 2016 itu saya masih sehat-sehat saja dan tetap kerja sebagai pembuat oven untuk memanggang kue," kata Sumanta pada Kamis (14/10/2021).
Saat itu, muncul luka di jemari sebelah kiri. Seiring berjalannya waktu, luka itu tidak kunjung sembuh, tetapi justru membusuk.
Baca Juga:Pemilos di Bantul Dimulai, Siswa Sekolah Belajar Gunakan Hak Suara
"Jari telunjuk, tengah, dan manis yang membusuk tidak mengeluarkan cairan. Kemudian saya berobat ke Rumah Sakit (RS) Santa Elisabeth di Ganjuran Bantul," terangnya.
Di RS Santa Elisabeth ketiga jarinya yang membusuk itu harus diamputasi. Sebab, setelah dilakukan operasi, lukanya tidak lekas kering.
"Setelah dioperasi seharusnya kering tapi tidak ini malah enggak kering. Dokter di sana mengindikasikan adanya penyumbatan aliran darah lalu saya dirujuk ke RSUP dr Sardjito karena lebih lengkap alat dan dokternya," katanya.
Usai ketiga jarinya diamputasi, dia kembali bekerja seperti bisa. Namun, lima tahun kemudian ia merasakan hal yang sama di kedua kakinya. Tepatnya pada akhir november 2020.
"Yang saya rasakan kaki seperti tebal-tebal dan kalau kelamaan sendi-sendi rasanya ngilu. Lalu muncul luka yang membuat warna kulit saya berubah menjadi kehitaman. Ada luka sedikit begitu," jelasnya.
Baca Juga:Taman Senja Ngelo, Wisata Baru di Bantul Dekat dengan Kali Opak
Merasa seperti itu, dia kemudian berobat ke RSUP dr Sardjito dan berkonsultasi dengan dokter sepsialis thorax vascular. Dokter tersebut menyatakan bahwa kedua kakinya harus diamputasi. Pasalnya, jika tidak diamputasi bisa memperparah kondisi kesehatannya.
"Operasi amputasi pertama itu kaki saya yang sebelah kiri bulan Agustus 2021. Tanggal 9 September kaki kanan dan kiri saya juga diamputasi lagi," katanya.
"Yang kiri diamputasi lagi karena luka pascaoperasi tidak kering, operasinya sampai di atas lutut. Bulan ini saya menjalani operasi ketiga amputasi kaki kiri," tambahnya.
Dia menyampaikan, selama ini biaya pengobatan dikaver oleh BPJS. Jika tidak ada BPJS, seluruh operasi yang telah dijalani pasti menghabiskan banyak biaya.
Menurutnya, walau mengidap penyakit langka dan harus kehilangan sebagian anggota tubuhnya, Sumanta tetap bersyukur. Ia menilai apa yang dialaminya adalah takdir dari Tuhan.
"Saya cuma bisa menerima dan pasrah dengan apa yang terjadi. Sudah begini garisnya dan perlu disyukuri. Ini cobaan dari Tuhan," kata anak nomor empat dari tujuh bersaudara itu.
Dengan kondisi seperti itu, Sumanta melewati hari-harinya di atas tempat tidur. Kadang-kadang ia jalan-jalan di sekitar rumahnya menggunakan kursi roda.
"Ya kadang-kadang keliling-keliling desa pakai kursi roda," tutur dia.
Sampai sekarang dia harus rutin kontrol ke RSUP dr Sardjito yaitu satu minggu sekali. Ia pun tidak pernah mencoba pengobatan alternatif lainnya.
"Tidak pernah coba pengobatan lainnya," paparnya
Ke depannya, dia masih akan menjalani operasi penanam selang di tubuhnya. Namun, itu belum bisa direalisasikan lantaran ukuran selang yang dibutuhkan harus dipesan lebih dahulu dari Malaysia.
"Selang itu fungsinya untuk memperlancar darah di kiri dan kanan. Sementara ini alatnya masih dicarikan karena ukuran yang dibutuhkan 55 sentimeter."
"Di Sardjito kemarin cuma punya tapi ukurannya 40 sentimeter. Sempat dicarikan di Jakarta juga tapi ukurannya terlalu panjang 70 sentimeter," ucapnya.