Setelah melewati sebuah gang, kami sampai ke sebuah rumah yang punya tanaman berkayu, cukup rimbun beserta dua pot tanaman suplir yang tumbuh subur di halaman.
Seorang lelaki kurus berkaus pebalap motor terlhat sedang menyapu halaman rumah tersebut. Hampir sekitar pukul 16.00 WIB saat itu, tepat ketika lelaki yang belakangan kami ketahui bernama Erminto itu, menjatuhkan sapu lidinya dan masuk ke dalam rumah. Hal itu ia lakukan tak lama setelah kami menyapa dan memperkenalkan diri sebagai tim reporter dari Kolaborasi Liputan Kekerasan Seksual di Indekos.
Sejurus kemudian ia kembali menghampiri kami, mempersilakan kami duduk di atas kursi plastik teras rumahnya. Ada yang berbeda kali ini, celana pendeknya sudah berganti pantalon hitam, sedangkan kepalanya yang tadi dibiarkannya telanjang, sudah ditutup topi bordir 'ARMY', huruf kapital besar-besar.
Tanpa basa-basi, salah satu dari kami langsung meminta konfirmasi dari kabar yang kami terima dari kakak penyintas. Satu prinsip kami saat itu, Erminto jujur atau membantah, jadi jawaban untuk kami rangkum bagi pembaca.
Baca Juga:Kasus Pelecehan Mahasiswi Unsri, Polda Sumsel Limpahkan Berkas Dua Tersangka ke Kejaksaan
Erminto tak langsung menjawab dan memilih berkisah dari utara ke selatan, lalu menelusur ke timur sampai menuju barat. Mulai dari cucunya yang tinggal di rumah yang sama, anak-anak kos yang dekat dengannya, hingga status dirinya sebagai orang baik-baik di mata masyarakat setempat. Bahkan ia menolak mentah-mentah bahwa dugaan pelecehan yang ia lakukan kepada anak kosnya itu, sudah jadi bisik-bisik tetangga.
"Tidak ah, tidak ada yang seperti itu," kata dia.
Usai percakapan memasuki sekitar menit ke-20, ia akhirnya mengakui perbuatannya. Erminto pernah mencium kening salah satu anak kosnya.
Kronologi yang disampaikan tak jauh berbeda dari narasumber kami sebelumnya, tindakan itu dilakukan oleh terduga pelaku usai makan bersama, di ruang tamu salah satu kos miliknya, sekitar sore hari.
Erminto yang tertarik dengan latar belakang penyintas, --lulusan pondok pesantren, sopan dan baik--, bertanya kepada penyintas, apakah bersedia bila dikenalkan dengan putra Erminto.
Baca Juga:Buka Posko Pengaduan Kekerasan Seksual, Nasdem Beri Dampingan Hukum Hingga Layanan Kesehatan
Anak kosnya itu kemudian menolak, menyatakan tidak mau, sekaligus menangis tersedu.
"Nah saat itu saya suruh 'Mbok sini tak beritahu, jangan nangis. Kenapa?" kata lelaki berusia 79 tahun itu.
Dengan aroma permen mint yang ia kunyah dari dalam mulutnya, Erminto kemudian memperagakan ketika tangannya berada di kedua pipi penyintas.
"Kepalanya tak pegang, keningnya tak cium. 'Jangan nangis, kalau enggak mau ya gak papa'. Wong dia kalau dengan saya kan sering curhat, saya anggap sebagai anak," kata karyawan purna pabrik gula itu.
Pemilik tiga kos-kosan dengan total jumlah kamar 44 itu mengungkap, ciuman yang ia daratkan ke kening Angela tersebut bermaksud untuk menenangkan. Layaknya kakek menenangkan cucunya yang menangis, atau orang tua kepada anak-anaknya yang terisak.
Erminto sekaligus meyakini, apa yang ia lakukan adalah hal biasa. Ia bahkan bertutur anak-anak putri di kos itu terbiasa mencium pipinya saat pertemuan atau berpamitan.