SuaraJogja.id - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menegaskan komitmennya untuk bersikap kooperatif dengan memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasto hadir sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan.
Hasto menyatakan bahwa kehadirannya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (20/2/2025) merupakan bentuk penghormatan terhadap hukum. Meskipun demikian, ia meyakini ada kepentingan politik yang turut membayangi kasus yang menjeratnya.
"Saya hadir di KPK sebagai bentuk sikap kooperatif dan penghormatan terhadap hukum. Kami memahami bahwa sejak awal, terdapat banyak agenda politik yang terkait dengan kasus ini," ujar Hasto dikutip Kamis.
Lebih lanjut, Hasto menyoroti dugaan pelanggaran dalam proses pengumpulan bukti yang digunakan dalam persidangan. Ia mengklaim terjadi pelanggaran serius, termasuk penyitaan barang milik DPP PDI Perjuangan dan interogasi tanpa surat panggilan resmi.
Baca Juga:KPK Panggil Hasto, Pukat UGM: Segera Sidangkan, Jangan Berlarut-larut
Selain itu, Hasto juga mengangkat isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serta ketidaktransparanan proses hukum yang seharusnya terbuka untuk publik.
"Kami datang dengan niat baik dan memohon doa dari semua pihak. Kami akan mengikuti seluruh proses hukum dengan memberikan keterangan sebaik-baiknya," tambah Hasto.
Sebelum tiba di Gedung KPK, Hasto mengungkapkan bahwa perjalanannya sempat mengalami kendala karena bus yang dipesannya dibatalkan sebanyak tiga kali.
KPK Tegaskan Proses Hukum terhadap Hasto Kristiyanto Bebas dari Muatan Politik
Di sisi lain, KPK menegaskan bahwa penyidikan terhadap Hasto Kristiyanto murni merupakan bagian dari penegakan hukum tanpa adanya unsur politisasi. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyampaikan bahwa penetapan Hasto sebagai tersangka dilakukan berdasarkan kecukupan alat bukti.
Baca Juga:Hasto Kristiyanto Diperiksa KPK, Ganjar: Kita Butuh Penegak Hukum yang Netral
"Penetapan tersangka terhadap saudara HK bukan merupakan bagian dari politisasi kekuasaan. Proses hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," jelas Tessa.
Tessa menambahkan, undang-undang mensyaratkan minimal dua alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Namun, KPK telah mengantongi lebih dari dua alat bukti, sebagian di antaranya telah dipaparkan dalam sidang praperadilan.
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto, juga menyatakan bahwa gugatan praperadilan yang diajukan Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan tersangka terhadap Hasto telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.
Diberitakan sebelumnya, penyidik KPK pada Selasa (24/12/2024), menetapkan Hasto Kristiyanto dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI) sebagai tersangka baru dalam kasus yang melibatkan Harun Masiku. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa Hasto diduga mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU, Wahyu Setiawan. Tujuannya adalah agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai calon anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I.
Selain itu, Hasto juga diduga mengarahkan DTI untuk menyerahkan uang suap kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina. Total suap yang diberikan mencapai 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS, yang diserahkan pada periode 16–23 Desember 2019.
"HK bersama Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI diduga memberikan suap kepada Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 dari Dapil Sumsel I," jelas Setyo.
Selain dugaan suap, Hasto juga dijerat dengan perkara perintangan penyidikan (obstruction of justice), yang memperkuat dugaan keterlibatannya dalam rangkaian kasus Harun Masiku.
Dengan demikian, kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan tokoh penting partai politik dan proses hukum yang diawasi ketat oleh masyarakat dan media.