Keraton Jogja Enggan Lepas Tanah Sultan Ground untuk Tol, Pakar UGM Soroti Aturan Pembebasan Lahan

Dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Dardias menyayangkan pernyataan dari Keraton Yogyakarta tersebut.

Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 16 April 2022 | 11:33 WIB
Keraton Jogja Enggan Lepas Tanah Sultan Ground untuk Tol, Pakar UGM Soroti Aturan Pembebasan Lahan
Ilustrasi jalan tol [suara.com/Welly Hidayat]

SuaraJogja.id - Keraton Yogyakarta menyatakan enggan melepas hak kepemilikan Tanah Kasultanan atau Sultan Ground (SG) untuk proyek jalan tol di wilayah DIY.

Pernyataan itu disampaikan oleh GKR Mangkubumi selaku Penghageng Tepas Panitikismo atau Kepala Departemen Keraton Yogyakarta. Ia diketahui mengemban tugas untuk mengurusi pemanfaatan SG tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Dardias menyayangkan pernyataan dari Keraton Yogyakarta tersebut. Padahal sudah ada aturan yang mengatur soal pembebasan tanah tepatnya pada Undang-undang nomor 2 tahun 2012.

"Intinya negara itu punya hak kalau sesuai undang-undang pro agraria itu disebut sebagai hak menguasai negara. Intinya semua tanah walaupun punya sertifikat itu bisa diambil oleh negara ketika dipakai untuk kepentingan umum," kata Bayu saat dihubungi awak media, Jumat (15/4/2022).

Baca Juga:Ganti Tanah Alun-Alun Utara, Keraton Jogja Gunakan Pasir Khusus

Dalam hal itu, kata Bayu, SG pun juga termasuk di dalamnya. Mengingat bahwa tanah tersebut juga belum lama diberikan hak miliknya ke kasultanan tepatnya saat Undang-undang Keistimewaan pada 2012 lalu.

"Jangankan sultan ground bahkan tanah yang dimiliki pribadi sejak tahun '60 pun itu bisa diambil alih negara. Apalagi ini yang baru diberikan haknya oleh negara," ujarnya.

Padahal, Bayu menilai Kasultanan Yogyakarta bisa mengambil momentum dalam proyek tol di wilayahnya tersebut. Bukan justru menolak hingga menyatakan tidak membutuhkan jalan tol itu.

Mengingat manfaat jalan tol sendiri akan dirasakan dan digunakan untuk kepentingan orang banyak termasuk juga masyarakat Yogyakarta. Ia secara khusus menyebut justru sikap yang seharusnya ditunjukkan adalah dengan setuju kepada proyek pemerintah tersebut.

"Tapi ini kok responnya malah sebaliknya. Jadi saya agak menyesal dan menyayangkan, kasihan nanti marwah kesultanan akan turun," ungkapnya.

Baca Juga:Empat Tanah Wakaf Tergusur Tol Jogja-Bawen Akan Diruislag, Kemenag: Kami Harus Antisipasi Dampak Sosial

Disebutkan Bayu, respon tersebut justru hal yang kontraproduktif. Terlebih seharusnya momen itu bisa diambil sebagai momentum untuk meningkatkan marwah kesultanan.

"Toh tanahnya itu banyak, 250 juta meter persegi atau 25.000 hektare. Toh yang diambil cuma berapa dibandingkan itu cuma nol sekian persen. Artinya harusnya dipakai sebagai momentum untuk ketaatan kepada negara," tuturnya.

"Ini kan dulu diserahkan kakeknya kok sekarang mau diambil alih negara nggak boleh sama cucunya. Itu kan ironi menurut saya," sambungnya.

Diketahui sebelumnya, Penghageng Tepas Panitikismo Kraton Yogyakarta, GKR Mangkubumi, menuturkan Keraton Yogyakarta tidak keberatan jika memang SG digunakan secara cuma-cuma dalam hal ini untuk proyek jalan tol. Dengan catatan bahwa tanah yang digunakan itu tidak hilang.

"Kami sudah sampaikan itu, kami tidak mau tanah kami hilang. Yang utama kita enggak mau ada pelepasan (Sultan Ground)," kata GKR Mangkubumi saat ditemui di Kepatihan Pemda DIY, Kamis (14/4/2022).

Ia mengatakan sudah berkoordinasi dengan Kementerian PUPR terkait dengan persoalan SG yang terdampak tol tersebut.

"Ya pakai saja, yang penting tanah kami tidak hilang. Ya monggo saja kalau mau sistem itu monggo. Kalau enggak kita enggak perlu jalan tol," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini