Bermula dari Buku Misterius, Sutrisno Sulap Kiringan Jadi Desa Wisata Jamu

Desa Kiringan ditetapkan sebagai Desa Wisata Jamu pada 2016 silam.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 08 September 2020 | 15:24 WIB
Bermula dari Buku Misterius, Sutrisno Sulap Kiringan Jadi Desa Wisata Jamu
Sutrisno, salah satu pelopor Desa Wisata Jamu Gendong Kiringan. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Pihaknya sempat mendapat usulan dari salah satu pengunjung yang menginginkan untuk memanen jamu secara langsung. Dikatakan Sutrisno bahwa salah satu kendala utama dalam memanen jamu itu adalah keterbatasan lahan.

Namun pihaknya sudah berkoordinasi dengan warga lain untuk rencananya menyediakan lahan kosong untuk ditanami tanaman obat keluarga (toga). Menurutnya hal itu di sisi lain juga lebih menguntungkan.

"Sebenarnya bisa untung juga, misalnya harga temulawak perkilo Rp. 4.000, dengan membuka kegiatan baru yakni memanen itu tadi bisa kita jual Rp.12.000 dan wisatawan juga senang ada pengalaman dan kepuasan tersendiri," jelasnya.

Tidak hanya di Dusun Kiringan saja, bahkan pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan tingkat kelurahan untuk meminta desa lain sebagai penyangganya. Bukan untuk dijual perkilo tapi lebih kepada pengalaman wisatanya.

Baca Juga:Beredar Pesan Rantai Operasi Masker Denda Rp250 Ribu, Ditlantas DIY: Hoax

Bukan hanya lahan yang jadi kendala atau kesulitan Sutrisno untuk terus membangun desa wisata itu. Kesulitan lain muncul dari kurangnya partisipasi dari para bapak-bapak dalam memajukan desa wisata jamu ini. Pasalnya sejauh ini hanya ibu-ibu yang menjadi ujung tombak dalam menerima tamu dan segala macamnya terkait dengan desa wisata.

Selama Pandemi Covid-19 Sempat Meroket

Jamu menjadi salah satu produk yang bisa dibilang malah mengalami peningkatan penjualan saat pandemi Covid-19 berlangsung. Meskipun kini penjualan jamu tidak seramai saat awal pandemi Covid-19 muncul tapi kondisi itu tetap disyukuri oleh penjual jamu.

Sutrisno menuturkan bahwa lonjakan permintaan jamu memang sempat terjadi dalam beberapa bulan yang lalu ketika pandemi Covid-19 baru dinyatakan masuk ke Indonesia. Mayoritas masyarakat mencari segala macam usaha untuk tetap sehat, salah satunya dengan mengkonsumsi empon-empon. Itulah yang membuat permintaan jamu meningkat drastis.

"Kalau mulai bulan ini sudah mulai penjualan jamu tidak seramai saat dibandingkan awal-awal pandemi Covid-19. Namun sekitar sebulan yang lalu tergolong sangat tinggi bahkan omzetnya jika ditotal semua dari penjual jamu yang ada naik sampai dengan 100-200%," kata Sutrisno.

Baca Juga:DIY Terbitkan Pergub Protokol Kesehatan, Izin Usaha Dicabut jika Melanggar

Sutrisno bahkan juga membuat satu produk jamu instan dengan embel-embel "Pencegah Virus Corona." Ramuan itu terdiri atas kayu manis, jahe emprit, kunyit, jahe merah, sereh, temulawak dan lainnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak