SuaraJogja.id - Peringatan: Artikel ini dapat memicu trauma, khususnya bagi para penyintas kekerasan seksual. Beristirahatlah sejenak saat anda merasa tidak nyaman saat membaca artikel ini dan segera hubungi layanan konseling psikologis apabila memiliki tendensi membahayakan keselamatan diri sendiri.
Malam itu, 20 November 2021. Telponnya berdering. Telinga Lina mendadak mendidih, hatinya berkecamuk hebat ketika sang adik Angela yang berbicara di ujung saluran mengaku jadi korban kekerasan seksual saat berada di kos.
Lina mengingat, malam itu Angela menceritakan pengalaman pedihnya dengan terisak. Lina hanya bisa mendengarkan semuanya dengan seksama. Ia sembari membayangkan titik-titik lokasi kejadian yang dulu pernah akrab dalam kesehariannya, sebuah indekos di Kemantren Umbulharjo, Kota Jogja.
Dalam cerita yang meluncur dari bibir Angela kepada Lina, bapak kos mengajaknya makan malam sebagai bentuk syukuran. Kos yang menjadi lokasi makan bersama, bukan kos tempat Angela tinggal, melainkan kos lain, tetapi masih dimiliki oleh orang yang sama. Jaraknya sekitar 200 meter antara kos Angela menuju lokasi peristiwa menyesakkan itu terjadi.
Baca Juga:Kasus Pelecehan Mahasiswi Unsri, Polda Sumsel Limpahkan Berkas Dua Tersangka ke Kejaksaan
"Lokasinya di ruang tamu, berdua sama bapak kos. Bapak kos bilang mau enggak dijodohkan dengan anak saya. Umur anaknya masuk 40 tahunan," Lina mencoba merepetisi apa yang adiknya kisahkan malam itu, Kamis (2/12/2021).
Dengan ketakutan, adiknya menolak. Namun, apa yang dikisahkan Angela kepada Lina selanjutnya menjadi kisah pedih yang akan terus terpatri dalam ingatan kakak-beradik tersebut.
"Dalam kondisi begitu, dia memeluk dan mencium pipi adikku dan bikin ketakutan," kata Lina, kepada Tim Kolaborasi Liputan Kekerasan Seksual di Indekos saat wawancara daring.
"Saya bilang segera ambil barangmu dan keluar dari kosan. Setelah keluar dari kosan itu, saya telepon bapak kos bilang kalau bapak mencium dan peluk [adik saya]. Bapak kos bilang itu tidak betul, saya tidak berniat melakukan asusila," tutur Lina menirukan pernyataan bapak kos tempat adiknya tinggal kala itu.
Angela manut. Ia keluar dari kosan itu dan pergi ke kosan temannya begitu mendapat perintah dari Lina. Ia sempat kembali ke kosan larut malam bersama empat orang temannya. Dua teman menemani Angela ke atas kamar untuk berkemas, sedangkan dua lainnya menunggu di luar kosan. Semenjak hari itu, Angela tak lagi kembali ke tempat kosnya.
Baca Juga:Buka Posko Pengaduan Kekerasan Seksual, Nasdem Beri Dampingan Hukum Hingga Layanan Kesehatan
Lina menyebut, kini Angela sedang menjalani proses pemulihan psikologis bersama lembaga sosial. Satu hari pascakejadian, Angela merasakan ketakutan diikuti sesak napas karena serangan panik dan mimpi buruk.
"Pasca-kosan dia, dia enggak mau [ada] laki-laki atau lelaki tua. Dia takut [indekos] ada induk semangnya. Tidak mau lihat lagi lihat kosan, dia juga enggak mau kamar mandi luar," ucapnya, menyebutkan kondisi mental sang adik perempuannya.
Beruntung, Angela yang kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta itu punya teman-teman yang suportif dan tak menyalahkannya sebagai penyintas. Karena hal yang paling menakutkan bagi Angela adalah ketika ia disalahkan oleh orang lain dan menganggapnya buruk.
"Ini sudah lebih membaik, sudah ikut bimbingan sama dosen, sudah mengerjakan skripsinya," tutur Lina.
Ketakutan yang menyerang Angela bukan tanpa alasan. Bapak kos yang menjadi terduga pelaku pelecehan kepadanya, merupakan seseorang yang dianggap sesepuh, mantan ketua RW dan dianggap orang baik di kampung. Angela patut khawatir, bila orang-orang tak percaya dan berbalik menyalahkannya.
Sebagai kakak, Lina turut mengambil langkah hukum dalam penanganan dugaan kekerasan seksual yang dialami adiknya. Walau demikian sementara ini, Angela masih belum siap menghadapi pertanyaan-pertanyaan pihak kepolisian, yang mungkin sifatnya tak menyenangkan baginya.
Lina mengatakan, di suatu momen berbeda, ia selanjutnya mengirimkan seorang pengacara ke rumah Erminto dan membawa surat berisikan pernyataan tertulis.
Surat pernyataan bertuliskan tangan itu ditandatangani Erminto sendiri.
Salah satu poin isi surat bertuliskan sebagai berikut: Bahwa tidak akan mengulangi kejadian yang telah dilakukan memeluk serta mencium kening anakost di setiap ada kesempatan/tidak ada kesempatan," isi pernyataan tersebut.
Kemudian Lina mencoba membalikkan ingatannya ke masa lampau, saat dulu ia merasa nyaman tinggal di kosan tersebut. Kos yang punya suasana kekeluargaan yang kental, kebiasaan makan bersama anak kos dan keluarga pemilik kos. Bahkan anak-anak kos dilibatkan dalam kegiatan kampung setempat.
Keluarga mereka yang pernah bertemu dengan induk semang, juga lantas percaya. Setidaknya poin-poin itu yang kemudian mendorongnya merekomendasikan kos itu kepada mahasiswa lainnya, termasuk adiknya.
Tapi sejak peristiwa yang menimpa adiknya, ia mencoba menghubungi teman kos di masa sebelumnya. Lina kemudian tersadar bahwa ia salah, kos itu bukan kos putri yang aman.
"Saya beranggapan dia orang baik," sebut Lina.
Namun waktu ia mencoba menelepon salah satu narasumber. Narasumber tersebut cerita kalau ia tidak pernah mendengar mahasiswa mendapatkan pelecehan. Hanya saja, pernah suatu ketika, pekerja rumah tangga yang bekerja dengannya dipegang bagian vitalnya oleh terduga pelaku, yang tak lain adalah bapak kos.
Teman kos Angela dan Lina yang berada dalam satu grup percakapan, sontak dibuat terkejut pula oleh kisah yang dipaparkan Lina.
'Masak kayak gitu', 'Apa mahasiswa itu menggunakan pakaian seksi?', menjadi kalimat yang jamak ia baca dalam kolom percakapan grup. Demikan juga kalimat 'Aku dulu zaman pakai tanktopan, pakai celana pendek, enggak hijab-an di kosan, tapi enggak kejadian seperti ini' cerita Lina menirukan pernyataan teman-temannya.
"Agak syok mereka, mereka merasa itu tempat aman. Mereka berusaha mencoba bahu-membahu menghubungi. Ternyata pernah ada teman kosan bagian tubuhnya diraba, ada juga anak kos yang kakinya luka, bapak kosnya inisiatif jadi tukang urut, padahal mau cari tukang urut lain, tapi bapak kosanya tutup pintu. Dia langsung hubungi saudara selama dalam proses urut itu," ungkap dia.
"Tapi mereka enggak mau speak up. Itu dinamika korban. Saya syok dengan kejadian itu," imbuhnya.
Pengakuan Terduga Pelaku
Selasa (28/12/2022), Tim kolaborasi menapaki sebuah jalan sempit menuju sebuah indekos, dengan berbekal arah acuan yang diberikan oleh Lina. Kos itu jaraknya hanya beberapa kilometer dari Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Teknologi Yogyakarta, Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa dan Sekolah Tinggi Pertanian. Berada di tengah padatnya penduduk bermukim.
Setelah melewati sebuah gang, kami sampai ke sebuah rumah yang punya tanaman berkayu, cukup rimbun beserta dua pot tanaman suplir yang tumbuh subur di halaman.
Seorang lelaki kurus berkaus pebalap motor terlhat sedang menyapu halaman rumah tersebut. Hampir sekitar pukul 16.00 WIB saat itu, tepat ketika lelaki yang belakangan kami ketahui bernama Erminto itu, menjatuhkan sapu lidinya dan masuk ke dalam rumah. Hal itu ia lakukan tak lama setelah kami menyapa dan memperkenalkan diri sebagai tim reporter dari Kolaborasi Liputan Kekerasan Seksual di Indekos.
Sejurus kemudian ia kembali menghampiri kami, mempersilakan kami duduk di atas kursi plastik teras rumahnya. Ada yang berbeda kali ini, celana pendeknya sudah berganti pantalon hitam, sedangkan kepalanya yang tadi dibiarkannya telanjang, sudah ditutup topi bordir 'ARMY', huruf kapital besar-besar.
Tanpa basa-basi, salah satu dari kami langsung meminta konfirmasi dari kabar yang kami terima dari kakak penyintas. Satu prinsip kami saat itu, Erminto jujur atau membantah, jadi jawaban untuk kami rangkum bagi pembaca.
Erminto tak langsung menjawab dan memilih berkisah dari utara ke selatan, lalu menelusur ke timur sampai menuju barat. Mulai dari cucunya yang tinggal di rumah yang sama, anak-anak kos yang dekat dengannya, hingga status dirinya sebagai orang baik-baik di mata masyarakat setempat. Bahkan ia menolak mentah-mentah bahwa dugaan pelecehan yang ia lakukan kepada anak kosnya itu, sudah jadi bisik-bisik tetangga.
"Tidak ah, tidak ada yang seperti itu," kata dia.
Usai percakapan memasuki sekitar menit ke-20, ia akhirnya mengakui perbuatannya. Erminto pernah mencium kening salah satu anak kosnya.
Kronologi yang disampaikan tak jauh berbeda dari narasumber kami sebelumnya, tindakan itu dilakukan oleh terduga pelaku usai makan bersama, di ruang tamu salah satu kos miliknya, sekitar sore hari.
Erminto yang tertarik dengan latar belakang penyintas, --lulusan pondok pesantren, sopan dan baik--, bertanya kepada penyintas, apakah bersedia bila dikenalkan dengan putra Erminto.
Anak kosnya itu kemudian menolak, menyatakan tidak mau, sekaligus menangis tersedu.
"Nah saat itu saya suruh 'Mbok sini tak beritahu, jangan nangis. Kenapa?" kata lelaki berusia 79 tahun itu.
Dengan aroma permen mint yang ia kunyah dari dalam mulutnya, Erminto kemudian memperagakan ketika tangannya berada di kedua pipi penyintas.
"Kepalanya tak pegang, keningnya tak cium. 'Jangan nangis, kalau enggak mau ya gak papa'. Wong dia kalau dengan saya kan sering curhat, saya anggap sebagai anak," kata karyawan purna pabrik gula itu.
Pemilik tiga kos-kosan dengan total jumlah kamar 44 itu mengungkap, ciuman yang ia daratkan ke kening Angela tersebut bermaksud untuk menenangkan. Layaknya kakek menenangkan cucunya yang menangis, atau orang tua kepada anak-anaknya yang terisak.
Erminto sekaligus meyakini, apa yang ia lakukan adalah hal biasa. Ia bahkan bertutur anak-anak putri di kos itu terbiasa mencium pipinya saat pertemuan atau berpamitan.
Suara kecapan permen beraroma mint beradu dengan langit mulut, masih terdengar. Pun dengan punggung kaki kiri Erminto yang terus bergerak naik turun. Kini tambah satu lagi gestur Erminto yang muncul baru-baru saja, jari tangan yang tak henti bergetar.
"Dia bilang 'Saya seperti dipojokkan'. Lalu saya bilang 'Endak mbak, saya mengenalkan saja belum. kalau saya menyinggung dan sebagainya ya saya minta maaf, tapi bukan terus saya memaksa'," ujar pria yang pernah menjadi ketua RT dan RW di kampungnya itu.
Kami Ketakutan
Kisah pilu penyintas kekerasan seksual oleh bapak kos, juga datang dari Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman. Anggun yang pernah mengenyam kuliah di Universitas Gadjah Mada mengaku peristiwa itu terjadi sekitar 2017. Anggun menuturkan ulang pengalaman itu kepada tim kolaborasi, pada Rabu (14/12/2021).
Suatu hari, ia sedang tidur siang di dalam kamar kos. Kamar Anggun berada di lantai 2. Karena cuaca hari itu cukup panas, Anggun pun membuka jendela kamar kosnya untuk mengurai gerah.
Tak berapa lama, ia dibuat terkejut ketika tetiba melihat bapak kos nyelonong masuk ke dalam kamarnya. Pasalnya, bukan hanya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Anggun yang biasanya berkerudung kala itu sedang mengenakan setelan pakaian minim. Anggun mengingat, saat itu ia langsung menutupi area tubuhnya dengan bantal.
"Terus bapaknya bilang, 'Udah sih biasa aja, saya juga pernah lihat kok'," ungkapnya.
Kira-kira 10 menit lamanya bapak kos yang menerobos kamar itu masuk ke kamar mandi kamar Anggun. Alasannya, bapak kos mendapat laporan di kamar lantai 1 ada saluran yang bocor. Bapak kos menduga, saluran di kamar lantai 2 yang menjadi musababnya.
"Udah tuh, ternyata gak kenapa-kenapa. Terus dia pergi lagi," ujar Anggun.
Sependek pengetahuannya, selama ia kos di sana, bapak kos kerap berjalan melewati kamar-kamar penghuni kos, mengecek serta mengintip anak-anak yang sedang berada di dalam kamar. Anggun jelas merasa tidak nyaman.
Ternyata bukan hanya Anggun yang memendam ketidaknyamanan atas perilaku bapak kos, melainkan mayoritas anak kos lainnya. Mereka punya satu cerita yang sama bahwa bapak kos mereka kerap melihat mereka dari atas hingga ke bawah, lalu menanyakan beberapa hal yang cukup tidak menyenangkan untuk didengar.
"Kamu sekarang badannya gemukan ya', atau apa gitu. Anak-anak kos setiap ada bapak itu, kami langsung kunci jendela kunci pintu. Sampai aku masukkan sandalku, supaya dikira aku tidak sedang ada di kosan," ujarnya.
Tak berhenti sampai di sana, bapak kos kerap menyapa penghuni kos dengan panggilan 'Sayang', 'Cantik'.
"Awalnya aku pikir [sapaan] itu bercanda saja. Setelah kejadian dia menerobos kamar itu, aku gak mau ketemu bapaknya lagi," ujarnya.
Di antara para penghuni kos, tak ada yang kemudian melaporkan tindakan bapak kos kepada istri maupun pihak berkepentingan di masyarakat setempat.
"Belum ada kepikiran. Karena waktu itu kita gak ngerti juga kalau itu namanya pelecehan mungkin ya," ucapnya.
Anggun tak pernah mengira bahwa pemilik kosan yang ia huni adalah pelaku pelecehan terhadap dirinya dan teman-temannya. Sebab selama ini bapak kos yang mereka kenal adalah orang yang ramah, bersifat kekeluargaan dan sudah saling mengenal dengan keluarga penghuni kos.
Kenapa Kos Rawan?
Indekos yang menjadi tempat tinggal kedua bagi para perantau idealnya menjadi tempat yang aman bagi mereka untuk melepas penat dan berlindung. Namun, Dewan Pembina HopeHelps Universitas Indonesia (UI) Prilia Kartika Apsari menyebutkan, dalam ringkasan tahunan HopeHelps Chapter UI dijumpai bahwa, sepanjang Mei 2020-Juni 2021 terdapat 31 kasus laporan kekerasan seksual yang diterima oleh Bidang Advokasi HopeHelps UI.
Dari data itu, sebanyak 11 kasus terjadi di luar kampus. Sebanyak empat kasus di antaranya terjadi di indekos dan tiga kasus kekerasan seksual terjadi di rumah korban atau pelaku.
“Tidak hanya secara daring, ranah privat seperti indekos, rumah, atau kamar juga menjadi tempat kejadian kekerasan seksual. Dengan adanya pandemi Covid-19, terdapat juga banyak korban yang tidak bisa pergi dan terpaksa untuk berada di dalam ruang tertutup bersama pelaku,” kata dia dalam ringkasan tahunan HopeHelps UI 2021.
Direktur Rifka Annisa Women's Crisis Center (RAWCC) Defirentia One mengungkap, dalam data survei awal tahun kepada responden beberapa kampus di DIY terungkap, ada sebanyak 267 kasus kekerasan seksual dalam lima tahun belakangan, 130 kasus di antaranya memakan mahasiswa sebagai korbannya. Kabar sedih lainnya, mayoritas dari korban merupakan perantau.
Dalam riset RAWCC 2021 awal di Jogja, diketahui pula 41% peristiwa kekerasan seksual terjadi di tempat tinggal mereka. Mulai dari kos, asrama dan lainnya.
"Kebanyakan kekerasan seksual yang terjadi di kos itu dalam relasi pertemanan, pacaran. Ada juga penyintasnya teman satu organisasi, relasi kuasa, bujuk rayu. Penyintas diajak pelaku ke kosan dengan dalih rapat, urusan, mampir, istirahat dulu, capek lalu 'Istirahat dulu di kosanku'," ujar One, Rabu (12/1/2022).
Lebih lanjut One menjelaskan, kos yang rawan menjadi lokasi kekerasan seksual karena terlalu tertutup atau malah terlalu terbuka sehingga orang asing sangat mudah untuk memasukinya. Kedua bentuk kos tersebut sama-sama punya kontribusi memberikan celah terjadinya kekerasan seksual.
Kos dengan induk semang punya kontrol sosial lebih mudah, ketimbang kos yang penghuninya sangat individualis dan induk semangnya terpisah dengan kos. Kos yang terpisah dengan induk semang punya tantangan dalam hal pelaporan peristiwa.
"Banyak kasus yang ketika minim kontrol sosial entah dengan sesama penghuni atau induk semang, kejadian [buruk kepada anak kos] itu akan tertutup. Karena penyintas jadi tidak bisa mendapatkan pertolongan pertama," ujarnya.
Pada kebanyakan kekerasan seksual yang terjadi di kos-kosan, terjadi dalam relasi pertemanan, pacaran. Pelaku dan penyintas merupakan teman satu organisasi.
"Ada relasi kuasa yang saat ini termanifestasi dalam bentuk bujuk rayu. Atau yang bentuknya si penyintas diajak pelaku ke kosan dengan dalih rapat, urusan, mampir istirahat dulu," ungkap One.
Laki-laki Jadi Mayoritas Pelaku, Relasi Kuasa Bukan Soal Moral
One menyatakan, kekerasan seksual yang terjadi bukan lagi perkara moral yang dimiliki oleh pelaku. Melainkan relasi kuasa, patriarki memberi kuasa lebih. manifes laki-laki merasa sok kuasa.
Kekinian, relasi kuasa berujung kekerasan tidak terlihat dalam bentuk kasat mata. Melainkan berbentuk bujuk rayu, janji gombal, norma yang mungkin mereka yakini dalam berpacaran. Misalnya, kalau pacaran itu harus berhubungan badan nanti penyintas akan dinikahi.
Sehingga pada akhirnya, penyintas harus menghadapi tuduhan dari khalayak bahwa apa yang menimpanya adalah suka sama suka, bukan kekerasan seksual.
One mengatakan, pihaknya menemukan akar masalah yang menjawab persoalan kenapa laki-laki melakukan kekerasan seksual. Pertama, ada kaitan dengan konseptual budaya patriarki, ketimpangan relasi kuasa. Budaya patriarki memberikan kuasa lebih pada laki-laki ketimbang perempuan.
"Patriarki bukan hanya struktur yang membenarkan kuasa laki-laki atas perempuan, tapi juga laki-laki atas laki-laki lainnya," ungkapnya.
Kedua adalah previlege dan entitlement. Laki-laki dalam masyarakat seringkali diperlakukan dan diberi keistimewaan. Kekerasan laki-laki terhadap perempuan bisa terjadi karena laki-laki merasa berhak melakukannya.
Ketiga, ada budaya permisif. Dampak budaya permisif yakni orang-orang cenderung diam, tidak melakukan tindakan pencegahan pada kekerasan yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan.
"Membangun justifikasi atas perilaku kekerasan yang dilakukan laki-laki, menyalahkan korban," imbuhnya.
Liputan bertema kekerasan seksual di indekos ini hasil kolaborasi Suara.com, Koran Tempo, Jaring.id, IDN Times serta Konde.co.
Kontributor : Uli Febriarni